REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya berita bohong, konten palsu, hingga provokasi di media sosial terus menjadi pemicu konflik di tengah masyarakat. Isu-isu negatif yang beredar tanpa kendali bukan hanya merusak hubungan sosial, tetapi juga berdampak buruk pada kondisi psikologis publik.
Anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan karena mudah terpapar pesan menyesatkan dari berbagai kanal digital. Menanggapi fenomena tersebut, Dompet Dhuafa menyelenggarakan kegiatan Edukasi Sosial Media di Era Digital secara daring sebagai bagian dari kampanye #IndonesiaBicaraBaik.
Program ini menghadirkan Ketua Bidang Pengembangan Kampanye Kehumasan Perhumas Laurentius Iwan Pranoto, Penanggung Jawab Program Pendidikan Dompet Dhuafa Yogyakarta Yazid Subakti, dan Founder Cerdas.id Adhiem Bahri.
Penanggung Jawab Program Pendidikan Dompet Dhuafa Yogyakarta Yazid Subakti menerangkan pengalamannya bersama anak-anak sekolah. Setiap memasuki ruang kelas sekolah dasar (SD), ia bertanya kepada anak-anak apakah pernah menonton film saru (vulgar). Setengah dari anak-anak mengangkat tangan, mengaku pernah melihat film saru.
“Saya bertanya, dari mana kalian melihat film atau gambar (saru) itu? Anak-anak menjawab dari handphone,” kata Yazid dalam diskusi online, Rabu (19/11/2025).
Pertanyaan selanjutnya, di handphone siapa mereka melihat film saru. Anak-anak mengaku di handphone miliknya sendiri, ada yang di handphone temannya, kakaknya, atau handphone orang tuanya.




