Rabu 03 Sep 2025 14:43 WIB

KPK Periksa Pimpinan Biro Travel Haji Hingga Petinggi KJRI Jeddah di Kasus Kuota Haji

Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Muhammad Hafil
Logo KPK
Foto: Republika/Thoudy Badai
Logo KPK

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemanggilan terhadap tujuh orang saksi pada Rabu (3/9/2025). Mereka dipanggil menyangkut penyidikan perkara kuota haji tahun 2024 di Kementerian Agama (Kemenag).

Salah satu saksi yang dipanggil ialah Nasrullah (Kepala Kantor Urusan Haji KJRI Jeddah). Lalu Nila Aditya Devi (Staf Asrama Haji Bekasi), dan Ridwan Kurniawan (Staf Kasi Pendaftaran Kemenag RI 2012–2021).

 

"Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap saksi dugaan TPK terkait kuota haji untuk penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023-2024," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangannya pada Rabu (3/9/2025).

 

Berikutnya empat pimpinan biro travel haji juga dipanggil KPK yaitu Luthfi Abdul Jabbar (Direktur/Pemilik PT Perjalanan Ibadah Berkah, Komisaris PT Perjalanan Sunnah Terindah), Mohammad Farid Aljawi (Direktur Utama PT Tur Silaturrahmi Nabi/Tursina Tours), Wawan Ridwan Misbach (Direktur Utama PT Qiblat Tour) dan Mifdlol Abdurrahman (Direktur Nur Ramadhan Wisata 2023/2024). KPK masih merahasiakan apa saja yang akan digali dari para saksi. 

 

"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," ujar Budi.

 

Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan asosiasi yang mewakili perusahaan travel melobi Kemenag supaya memperoleh kuota yang lebih banyak bagi haji khusus. KPK mengendus lebih dari 100 travel haji dan umrah diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Tapi, KPK belum merinci ratusan agen travel itu.

 

KPK menyebut setiap travel memperoleh jumlah kuota haji khusus berbeda-beda. Hal itu didasarkan seberapa besar atau kecil travel itu. Dari kalkulasi awal, KPK mengklaim kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun lebih. 

 

KPK sudah menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan meski tersangkanya belum diungkap. Penetapan tersangka merujuk pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement