Selasa 02 Sep 2025 11:55 WIB

Indonesia Dinilai Butuh Taubat Nasional

Semua tak perlu malu mengakui dosa-dosanya di hadapan Tuhan

 Ketua Umum IKA Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Jawa Barat, Toto Izul Fatah, meminta Ketum PBNU di masa mendatang lebih sensitif terhadap isu kemanusiaan,
Foto: istimewa/screen layar
Ketua Umum IKA Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Jawa Barat, Toto Izul Fatah, meminta Ketum PBNU di masa mendatang lebih sensitif terhadap isu kemanusiaan,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Ketua Umum IKA PP Ibadurrahman YLPI Tegallega Sukabumi, Jawa Barat, Toto Izul Fatah, mengatakan, Indonesia butuh Taubat Nasional bukan sebatas Istiqhosah. Jika seluruh bangsa Indonesia bertaubat maka Tuhan akan memberikan yang terbaik.

Hal ini disampaikan saat dimintai pendapatnya soal Istighosah yang digelar Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, bersama ribuan prajuritnya di Monas Jakarta, Senin kemarin (1/9/2025).  Berbagai carut marut yang terjadi di negeri ini, termasuk aksi unjuk rasa yang cukup massif dan eskalatif, menurutnya, tak cukup dijawab dengan Istighosah. 

“Bukan Istighosah yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat ini, tapi pengakuan dosa berjamaah lewat Taubat Nasional,” kata Toto, Selasa (2/9/2025). 

Toto mengaku tidak sedang mengecilkan ikhtiar mulia dari Bapak Panglima TNI dalam merespon berbagai persoalan yang terjadi saat ini. “Saya hanya ingin menyempurnakan niat tulus untuk membangunkan kesadaran teologis, teleologis dan eskatologis itu melalui Taubat Nasional,” katanya.

Sesuai arti dan makna dari Istighosah, yaitu memohon pertolongan dan keselamatan, menurut Toto, apa yang dilakukan Panglima TNI sudah benar sebagai perwujudan pengakuan terhadap adanya Tuhan, sang Maha Pencipta.  Namun, menurut Toto, hal yang jauh lebih penting dari dari pengakuan adanya Tuhan lewat Istighosah tadi, adalah pengakuan salah dan dosa atas apa saja yang pernah kita lakukan. Setelah itu diikuti dengan permohonan ampunanNya. Itulah taubat.

“Tak ada yang salah dengan Istighosah untuk  meminta pertolongan kepada Tuhan. Tapi, sebagai hamba Tuhan, kita juga harus tahu diri, bahwa permintaan kita, mulai dari minta rizki, jabatan, kesehatan dan lain-lain jauh lebih banyak ketimbang taubat kita,” katanya.

Padahal, menurut Toto, jika Tuhan sudah mengampuni atas dosa-dosa kita lewat taubat tadi, Tuhan pasti maha tahu apa yang sebaiknya diberikan Tuhan kepada kita. Tak perlu mengajari Tuhan dengan aneka permintaan, apalagi yang bersifat duniawi. Itu namanya mengecilkan dan merendahkan Tuhan.

Dalam pandangan Toto, jika seluruh bangsa Indonesia, mulai dari pemimpinnya, para pejabatnya dan rakyatnya memiliki kesadaran untuk bertaubat, tanpa diminta lewat Istighosah pun, Tuhan pasti akan kasih yang terbaik untuk bangsa ini. Termasuk, ketenangan, persatuan, kedamaian dan kesejahteraan.

Terkait dengan munculnya berbagai aksi demo dan penjarahan, kata Toto, akar masalahnya bukan semata-mata karena ada ojol yang dilindas hingga tewas. Tapi, lebih dari itu, pasti ada sesuatu yang tidak beres di negeri ini.

Toto menyebtukan, di antaranya, mungkin karena ada akumulasi kemarahan warga yang lapar, menganggur, stres dikejar pinjol, praktik korupsi yang akut, pamer kemewahan para pejabat, kesombongan dan arogansi karena jabatannya dan lain-lain.

Dalam kondisi seperti itu, Toto berpendapat, kuncinya wajib introspeksi diri melalui taubat nasional. Tak bisa dijawab dengan hanya Istighosah, termasuk dengan mengundang para ketua umum Ormas keagamaan yang diyakini tak akan banyak membantu menyelesaikan akar masalah. 

Idealnya, lanjut Toto, introspeksi diri melalui Taubat Nasional itu dimulai dari Presiden Prabowo Subianto serentak digelar di seluruh Indonesia. Semua tak perlu malu mengakui dosa-dosanya di hadapan Tuhan dengan tanpa saling menyalahkan dan menyudutkan satu dengan lainnya.

Toto yakin dan ber-husnudzon (berprasangka baik) kepada Tuhan, jika ini bisa dilakukan, akan terjadi berbagai keajaiban yang terbaik dari Tuhan buat bangsa Indonesia. Dan jika tidak dilakukan, dirinya pesimis, perubahan menuju Indonesia emas itu dapat terwujud.

“Saya sendiri sadar, bahwa ini tak mudah dan hampir tak mungkin dilakukan. Apalagi, ditengah kondisi kita bergelimpang dengan ego dan kesombongan. Namun, jangan salahkan semesta, jika hati keras kita pada saatnya akan dilumat semesta dengan caranya sendiri yang menelan banyak korban,” ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement