REPUBLIKA.CO.ID,MADINAH -- Abu Darda Radiyallahu Anhu adalah salah seorang sahabat Nabi yang masuk Islam di periode dakwah Nabi di Madinah dan setelah perang Badar. Karena itu, dia merasa banyak ketinggalan soal ilmu dan ibadah dibanding umat yang masuk Islam lebih dulu.
Untuk mengejar ketertinggalannya itu, dia sungguh-sungguh dalam ibadah dan menuntut ilmu. Urusan perdagannya untuk nafkah tak boleh menghalangi dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Dikutip dari buku Kepahlawanan Generasi Sahabat Rasulullah SAW yang ditulis oleh DR Abdurrahman Rafat Basya dan diterbitkan oleh UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dijelaskan mengapa Abu Darda bersikap seperti itu.
"Sebelum masa Rasulullah SAW saya menjadi seorang pedagang. Maka setelah saya masuk Islam, saya ingin menggabungkan berdagang untuk beribadat. Demi Allah, yang jiwa Abu Darda dalam kuasa-Nya, saya akan menggaji penjaga pintu masjid supaya saya tidak luput sholat berjamaah kemudian saya berjual beli dan berlaba setiap hari 300 dinar," ujar Abu Darda dikutip dalam buku itu.
Abu Darda melanjutkan kata-katanya, "Saya tidak mengatakan Allah SWT mengharamkan berniaga. Tetapi saya ingin menjadi pedagang, bila perdagangan dan jual beli tidak mengganggu saya untuk dzikrullah (berdzikir).
