Jumat 01 Aug 2025 19:41 WIB

Amphuri Desak Hapus Semua Terminologi Mandiri dalam RUU Haji dan Umroh, Ini Alasannya

Amphuri menyebut pasal umroh mandiri kontraproduktif.

Jajaran pimpinan Amphuri dalam Media Gathering di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
Foto: Dok Istimewa
Jajaran pimpinan Amphuri dalam Media Gathering di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Zainal Abidin menyoroti secara tegas usulan pasal yang mengatur tentang umroh mandiri dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Menurut Zainal, keberadaan pasal tersebut justru kontraproduktif dengan tujuan utama perubahan undang-undang, yakni membentuk tata kelola haji dan umroh yang lebih baik, adaptif, dan akuntabel, serta membangun ekosistem ekonomi haji dan umrah nasional.

Baca Juga

“Hampir semua fraksi menyatakan perubahan UU No. 8 Tahun 2019 ini sebagai keniscayaan, agar bisa beradaptasi dengan regulasi terbaru Kerajaan Arab Saudi. Tapi anehnya, muncul pasal tentang ‘umroh mandiri’ yang justru mengacaukan semangat pembentukan ekosistem ekonomi haji dan umroh di Indonesia,” ujar Zainal kepada Republika.co.id di Jakarta, Jumat (1/8/2025).

Zainal menjelaskan, meski Fraksi PKS menyamakan umroh mandiri dengan perjalanan luar negeri lainnya dan menganggapnya sebagai bagian dari hak asasi warga negara, namun RUU ini berada dalam kerangka hukum lex specialis (khusus), sehingga tidak bisa disamakan dengan peraturan perjalanan biasa.

“Kalau umroh mandiri dimasukkan ke dalam UU yang bersifat khusus seperti ini, akan terjadi ketidakadilan dan paradoks antarpasal. Hal ini membuka celah pelaksanaan umroh secara nonprosedural dengan modus ‘mandiri’, tanpa pengawasan dan bisa menimbulkan maraknya penipuan serta gagal berangkat,” ucap dia.

Satu-satunya fraksi yang masih menunjukkan keraguan terhadap pasal ini adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB menilai tidak adanya pengaturan teknis dalam pelaksanaan umroh mandiri akan menimbulkan banyak masalah di kemudian hari.

BACA JUGA: Saat Pejuang Berjuang dan Rakyat Gaza Dibantai, Abbas Sibuk Bahas Kekuasaan, Hamas Meradang

Menurut Zainal, kekhawatiran PKB sangat beralasan. “Ketika seseorang gagal berangkat karena tidak melalui penyelenggara resmi, lalu terjadi penipuan, maka negara akan kewalahan menanganinya. Padahal sebelumnya semua Fraksi menginginkan adanya penguatan tata kelola serta ekosistem ekonomi haji dan umroh,” kata dia.

Zainal menyoroti kebijakan Arab Saudi yang kini memungkinkan siapa pun untuk langsung memesan layanan umroh melalui aplikasi seperti Nusuk. Hal ini, kata dia, akan mengganggu struktur ekonomi haji dan umroh Indonesia jika tidak dikelola dengan pendekatan kebijakan nasional yang terintegrasi.

photo
Infografis Agar tidak Tertipu Travel Umroh - (Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement