REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengharamkan segala bentuk khamar atau minuman keras (miras). Walau hanya seteguk, mengonsumsi khamar yakni minuman yang memabukkan tetap dilarang.
“Penghentian kebiasaan meminum alkohol secara tegas dilakukan selama tiga tahun sejak Rasulullah SAW berada di Madinah pada 622 atau 623 M,” ungkap peneliti penyalahgunaan alkohol pada University of Arizona, Siraj Islam Mufti, dalam artikelnya “Alcoholism and Islam”.
Begitu turun ayat Alquran yang mengharamkan khamar, para sahabat Nabi Muhammad SAW di Madinah berbondong-bondong segera membuang semua miras yang masih mereka simpan. Demikianlah besarnya ketaatan mereka pada syariat agama.
Dalam sejarahnya, pada masa pra-Islam bangsa Arab termasuk yang menggemari miras. Bahkan, puji-pujian terhadap khamar masuk dalam bait-bait syair masyarakat Jahiliyah.
Ibnu Tamiyyah mengungkapkan, Rasulullah tidak hanya melarang meminum minuman keras, tapi juga segala kegiatan yang berkaitan dengan itu, mulai dari menjual buah untuk dijadikan minuman keras, menerima atau memberikan miras sebagai hadiah, menjual serta mendistribusikannya.
Pemberlakuan sanksi
Paulina Lewicka dalam bukunya, Food and Foodways of Medieval Cairenes: Aspects of Life in an Islamic Metropolis of the Eastern Mediterranean, menerangkan, pemberlakuan sanksi, baik moral maupun fisik, juga diterapkan di sepanjang sejarah Islam.
Sesudah wafatnya Nabi SAW, keempat khalifah juga melakukan upaya untuk memastikan umat Islam menjauhi khamar.
Ali ibn Raashid ad-Dubayyaan dalam artikelnya, “Alcoholic Beverages: Legal Punishment and Detrimental Effects”, mengungkapkan, hukuman atas pelaku yang mengonsumsi miras diberlakukan selama 28 tahun masa Khulafaur rasyidin.
Abu Bakar ash-Shiddiq memberlakukan hukuman cambuk 40 kali untuk mereka yang kedapatan mabuk. Khalifah kedua, Umar bin Khattab, menyatakan miras dan segala sesuatu yang mengacaukan kesadaran akal adalah terlarang.
Ekspansi wilayah daulah Islam yang progresif sempat menimbulkan kekhawatiran. Khalifah Umar sempat risau jika pasukan Muslim akan terpengaruh untuk coba-coba miras yang diproduksi wilayah-wilayah taklukan.
Karena itu, Umar pernah menggelar musyawarah dengan sejumlah sahabat Rasulullah untuk mengatasi ini. Sang amirul mukmini lalu memberlakukan hukuman cambuk 80 kali atas pemabuk.
Sanksi cambuk dan penolakan kesaksian mereka yang mabuk terus berlaku hingga zaman kepemimpinan Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.