REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Praktik aborsi masih dilakukan di beberapa klinik. Acap kali, pengguguran janin dalam kandungan dilakukan tanpa alasan medis. Bahkan, tindakan ini bisa dilakukan sebelum peniupan ruh, yang diyakini terjadi pada bulan keempat atau saat janin berusia 120 hari.
Banyak alasan perempuan yang ingin melakukan tindakan aborsi atas kandungannya. Di samping faktor medis, masih ada dalih-dalih memilih praktik aborsi.
Misalnya, tidak mau punya anak karena dianggap akan mengganggu karier atau sekolah. Begitu pula dengan keengganan memiliki anak yang "tanpa" ayah atau faktor hamil di luar ikatan pernikahan.
Padahal, janin yang tumbuh dalam kandungan adalah titipan Allah SWT. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abdullah bin Mas'ud, Rasulullah SAW bersabda tentang waktu ditiupkannya ruh ke dalam janin.
"Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dipadukan bentuk ciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari (dalam bentuk mani) lalu menjadi segumpal darah selama itu pula (selama 40 hari), lalu menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, lalu ditetapkan baginya empat hal: rezekinya, ajalnya, perbuatannya, serta kesengsaraannya dan kebahagiaannya" (HR Bukhari dan Muslim).
Janin merupakan makhluk dengan kehidupan yang harus dihormati (hayah muhtaramah). Menggugurkannya berarti mematikan nyawa yang telah ada.
Allah SWT berfirman dalam al-Isra ayat ke-33. Artinya, "Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (alasan) yang benar."
Berdasarkan Fatwa Munas VI Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor: 1/Munas VI/MUI/2000, melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum walaupun sebelum nafkhi ar-ruh (ditiupkannya ruh), hukumnya adalah haram.
Namun, MUI memberi pengecualian bila adanya alasan medis atau alasan lain yang dibenarkan syariat Islam.
Hukum haram juga diputuskan untuk pelaku aborsi yang melakukannya sesudah nafkhi ar-ruh, dengan pengecualian adanya alasan lain yang dibenarkan syariah Islam.
Fatwa haram Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tentang aborsi lahir dari pandangan ulama fikih terkemuka. Mantan ketua umum PBNU KH Said Aqil Siroj menjelaskan, semua ulama menyatakan haram terhadap pengguguran kandungan akibat pemerkosaan.
"Semua ulama fikih, termasuk Imam Ghazali, mengharamkan aborsi akibat pemerkosaan," ujar Kiai Said, dikutip dari Pusat Data Republika.