REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV— Sumber-sumber Israel mengungkapkan bahwa upaya mediasi rahasia pada Januari lalu untuk mengakhiri persidangan korupsi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu gagal setelah dia menolak untuk mundur sebagai imbalan atas kesepakatan pembelaan.
Surat kabar Times of Israel mengatakan bahwa mediasi tersebut dipimpin oleh mantan Ketua Mahkamah Agung Aharon Barak melibatkan Amit Haddad, pengacara Netanyahu serta para akademisi dan pengacara lainnya.
Usulannya adalah agar Netanyahu mengaku bersalah atas dakwaan ringan dalam Kasus 1000 tanpa tindakannya dicap sebagai kebobrokan moral, sebuah label yang melarangnya memegang jabatan publik selama tujuh tahun.
Namun, Barak menuntut Netanyahu untuk mundur sebagai perdana menteri sebagai bagian penting dari kesepakatan apa pun, yang ditolak oleh Netanyahu dan para pengacaranya. Hal ini menyebabkan runtuhnya seluruh inisiatif tersebut, tanpa ada tanda-tanda untuk melanjutkannya nanti.
Surat kabar tersebut berkomentar bahwa kebocoran mendadak dari pembicaraan ini terjadi setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara terbuka menyerukan pembatalan persidangan Netanyahu, menggambarkannya sebagai perburuan penyihir.
Kemungkinan besar, waktu pengungkapan pertemuan tersebut bertujuan untuk melegitimasi gagasan untuk mengakhiri persidangan, dengan mengaitkannya dengan tokoh peradilan terkemuka seperti Aharon Barak.
Barak mengatakan kepada surat kabar Makor Rishon bahwa ia masih mendukung pengampunan atau tawar-menawar pengakuan bersalah, dengan alasan bahwa yang paling penting adalah "memulihkan ketenangan politik.
Mengkritik pernyataan Trump
Pada saat yang sama, Barak dengan jelas mengkritik pernyataan Trump, menggambarkan intervensinya sebagai sangat mengganggu dan belum pernah terjadi sebelumnya dalam kehidupan peradilan Israel.
Kepala Asosiasi Pengacara Israel, Amit Beicher, memperingatkan bahwa koordinasi pernyataan-pernyataan seperti itu antara Netanyahu dan Trump, jika terbukti, dapat dianggap sebagai tindak pidana, sebagai campur tangan terang-terangan dalam proses pengadilan yang sedang berlangsung dan upaya ilegal untuk mempengaruhi peradilan.
