REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Profesor Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran (Unpad) Teuku Rezasyah menilai pernyataan bersama bahwa Iran tidak akan pernah memiliki senjata nuklir berdasar pada arogansi negara-negara Kelompok Tujuh (G7).
"Sikap ini berpangkal pada arogansi negara-negara G7 agar mereka tetap memegang kendali atas segala permasalahan keamanan dunia, termasuk mengatur siapa saja yang dihalalkan dan diharamkan memiliki nuklir baik untuk tujuan damai maupun kemiliteran," kata Reza saat dihubungi.
Reza berpendapat bahwa dalam pandangan mereka, negara di luar G7 mayoritas tidak stabil, dan berpotensi berseberangan dengan mereka serta berpotensi menimbulkan bahaya di kemudian hari.
"Jika sebuah negara dianggap bersahabat dan dapat diatur oleh mereka, maka negara tersebut diperkenankan membangun fasilitas nuklir selama memenuhi kriteria NPT, IAEA, dan persyaratan khusus yang dibuat G7," katanya.
Reza memberikan contoh Iran yakni saat dipimpin Syah Iran dan berperan sebagai sekutu Amerika Serikat, Israel, dan semua negara G7, Iran diizinkan untuk membangun fasilitas nuklir.
Akan tetapi, lanjut Reza, saat pemerintah pimpinan Syah Iran jatuh dan diganti oleh Ayatollah Khomeini, Iran menjadi musuh besar mereka sehingga harus dikucilkan dan diharamkan memiliki fasilitas nuklir.
Sebelumnya, para pemimpin G7 yang bertemu di Kanada pada Senin mengatakan Iran tidak akan pernah memiliki senjata nuklir selama ketegangan di Timur Tengah terus meningkat.
Melalui pernyataan bersama, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat menyatakan bahwa Iran adalah sumber utama ketidakstabilan dan teror di kawasan.