REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT — Enam hari sudah perang antara Iran dan Israel berlangsung. Jual beli serangan tampak antara kedua negara yang berseteru.
Laporan The Washington Post yang dikutip laman Al Mayadeen mengungkapkan, perang tersebut mungkin tidak akan berkelanjutan bagi Tel Aviv. The Washington Post menyoroti meningkatnya biaya dan berkurangnya pasokan pencegat sistem pertahanan udara sebagai titik kritis dalam jaringan pertahanan Israel.
Laporan yang diterbitkan pada Senin (16/6/2025) tersebut mengutip penilaian dari pejabat intelijen AS dan Israel yang menunjukkan bahwa tanpa pasokan ulang atau intervensi militer AS secara langsung, Israel mungkin hanya dapat mempertahankan tingkat pertahanan misilnya saat ini selama 10 hingga 12 hari lagi.
"Mereka perlu memilih apa yang ingin mereka cegat," kata salah satu sumber yang diberi pengarahan tentang masalah tersebut. "Sistemnya sudah kewalahan."
Analisis The Post sejalan dengan peringatan baru-baru ini oleh akun intelijen sumber terbuka yang berfokus pada militer (OSINT) @METT_Project, yang memproyeksikan bahwa salvo rudal balistik Iran yang berkelanjutan dapat mulai menembus perisai rudal berlapis-lapis Israel sekitar hari ke-18 peperangan.
Proyeksi tersebut, berdasarkan tingkat penggunaan pencegat dan inventaris yang diketahui, menunjukkan bahwa penetrasi rudal harian akan meningkat secara signifikan karena jaringan listrik Israel mulai membatasi amunisi dan memprioritaskan zona kritis.
Tekanan ekonomi untuk mempertahankan diri dari serangan rudal berat Iran juga menjadi beban yang tidak dapat dipertahankan. Menurut The Marker, portal keuangan dari Israel, biaya pengoperasian sistem pertahanan rudal telah melonjak hingga sekitar satu miliar shekel—sekitar 285 juta dolar AS—per malam.
Ketergantungan Israel pada sistem canggih seperti Arrow-2 dan Arrow-3, yang pencegatnya masing-masing berharga sekitar 3 juta dolar AS, telah menimbulkan kekhawatiran atas keberlanjutan eskalasinya saat ini.
Lihat postingan ini di Instagram