REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, mengecam keras serangan militer yang dilancarkan rezim Zionis Israel terhadap wilayah Iran pada Jumat (13/6/2025) lalu. Boroujerdi menyebut serangan itu sebagai tindakan ilegal dan agresif yang menyasar infrastruktur vital serta warga sipil di berbagai kota.
"Rezim Zionis menyerang kompleks perumahan, gedung-gedung pemerintah, infrastruktur pertahanan, transportasi, dan fasilitas nuklir di berbagai kota di Iran," ujar Boroujerdi saat konferensi pers di Kediaman Resmi Duta Besar Republik Islam Iran, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/6/2025).
Serangan tersebut, menurut dia, tidak hanya menyebabkan kerusakan besar, tetapi juga menewaskan sejumlah komandan tinggi militer, ilmuwan, profesor universitas, serta warga sipil termasuk wanita dan anak-anak. Dia juga menyebutkan, target serangan meluas ke sektor ekonomi, seperti kilang minyak dan pusat distribusi bahan bakar.
Dia menjelaskan, aksi agresif ini terjadi di tengah proses negosiasi nuklir yang sedang ditempuh Iran secara damai. "Dalam kondisi saat ini, kelanjutan negosiasi nuklir tidak lagi memiliki pembenaran rasional. Pihak yang bertanggung jawab atas penghentian negosiasi ini adalah rezim yang memaksakan perang agresif kepada Iran," ucap dia.
Menanggapi serangan tersebut, Iran mengklaim telah melakukan tindakan balasan sesuai dengan prinsip hak membela diri berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB. Langkah-langkah itu mencakup serangan rudal ke markas militer dan fasilitas ekonomi milik rezim Zionis.
"Iran bertekad untuk mempertahankan diri dari agresi. Opini publik juga menuntut perlawanan terhadap agresor setelah melihat serangan terhadap nyawa dan harta benda rakyat tak berdosa di seluruh negeri," kata dia.
Boroujerdi juga menolak dalih rezim Zionis yang menyebut serangan mereka sebagai “pertahanan preemptif.” Menurut dia, pembenaran semacam itu tidak dapat diterima dalam kerangka hukum internasional dan merupakan pelanggaran terhadap Pasal 2 Ayat (4) Piagam PBB.