REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyatakan komitmennya untuk mengantarkan Indonesia menjadi pusat keuangan syariah dunia. Komitmen itu ditegaskan dalam forum diskusi tingkat tinggi yang digelar oleh Badan Perencanaan Pembangunan PBNU (BAPPENU) di Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Dalam forum bertajuk “Investasi Syariah di Indonesia: Memperkuat Ekosistem dan Membuka Jalan bagi Keuangan Islam Global”, PBNU tak sekadar menyatakan dukungan terhadap Rencana Induk Ekonomi Syariah Nasional (MEKSI), tetapi juga menawarkan arah baru, yakni menjadikan Indonesia bukan sekadar pemain pasar tapi penentu arah sistem keuangan Islam global.
Ketua PBNU, KH Ulil Abshar Abdalla atau yang biasa dipanggil Gus Ulil mengatakan, potensi ekonomi syariah Indonesia sangat besar, namun masih tertinggal dari negara-negara lain, termasuk Malaysia. Karena itu, NU ingin berperan aktif dalam membangun ekosistem ekonomi syariah nasional yang terkoneksi dengan jejaring global.
“Komitmen kita jelas. NU punya umat yang besar, ini modal sosial yang luar biasa. Tapi partisipasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi syariah masih rendah. Kita ingin menggerakkan itu, mendorong literasi dan keterlibatan warga NU agar Indonesia benar-benar bisa menjadi pusat keuangan syariah,” ujar Gus Ulil saat diwawancara di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (11/6/2025).
FGD tersebut dihadiri sejumlah tokoh nasional dan pemangku kepentingan utama sektor keuangan syariah, seperti perwakilan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, serta para eksekutif senior dari Bank Syariah Indonesia, Bank Muamalat, Dewan Syariah Nasional MUI, dan Kementerian Agama.
Sejumlah kesepakatan strategis dicapai, mulai dari standarisasi instrumen investasi Islam, akselerasi teknologi berbasis AI dalam pengembangan produk keuangan, hingga penguatan pengawasan regulasi untuk meningkatkan kepercayaan investor global.
Dalam langkah konkret membangun konektivitas global, PBNU menggandeng Harvest Advisors Investment Management, lembaga investasi syariah berbasis di Singapura yang telah berpengalaman mengelola dana kekayaan negara di kawasan Teluk (GCC) dan Eropa.
"Indonesia berada di garis depan dalam inovasi dana syariah. Kami percaya, kemitraan ini dapat menyatukan nilai-nilai lokal dengan arsitektur global yang lebih luas," ujar perwakilan Harvest.
Gus Ulil pun menyebut kemitraan ini sebagai langkah strategis dan cukup berani. Menurut dia, PBNU belum pernah terlibat dalam proyek seambisius ini sebelumnya.
"Tim kami punya visi menjadikan Indonesia sebagai halal hub atau pusat perdagangan dan bisnis halal di Asia Tenggara, bahkan dunia. Karena itu, kami menggandeng investor yang sudah berpengalaman seperti Harvest Fund,” ucap Gus Ulil.
Forum tersebut juga menetapkan empat prioritas investasi syariah strategis. Pertama, Inovasi Produk dan Teknologi Keuangan Syariah, termasuk peluncuran platform berbasis AI. Kedua, Kedaulatan Kesehatan dan Farmasi Halal untuk mendukung produksi lokal vaksin dan obat langka.
Ketiga, Pemberdayaan Pemuda dan Kejuruan lewat pelatihan berbasis keuangan Islam. Keempat, Integrasi Keuangan Sosial seperti zakat dan wakaf yang terhubung langsung dengan hasil investasi.
Model investasi ini dirancang untuk tak hanya menguntungkan secara finansial, tapi juga memastikan keadilan distribusi bagi sektor pendidikan dan layanan publik PBNU.
Menariknya, dalam forum ini PBNU juga mengumumkan rencana membentuk Platform Koordinasi Investasi Syariah Global, yang akan melibatkan dana kekayaan negara dari kawasan Timur Tengah, bank Islam berbasis ESG, dan lembaga keuangan multilateral seperti IsDB dan IFSB.
"Platform ini bertujuan untuk bersama-sama mengembangkan tata kelola investasi dan menempatkan Indonesia sebagai tolok ukur inovasi keuangan Islam di abad ke-21," kata Gus Ulil.