Ahad 08 Jun 2025 15:13 WIB

Soal Kepadatan Tenda di Arafah, Ini Klaim Kemenag 

Petugas memanfaatkan tenda misi haji untuk menampung jamaah yang belum mendapat tenda

Rep: Teguh Firmansyah/ Red: Friska Yolandha
Petugas berjalan di kompleks tenda jamaah calon haji Indonesia jelang Wukuf di Arafah, Makkah, Arab Saudi, Senin (26/5/2025). Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi memeriksa persiapan fasilitas untuk wukuf di Arafah dan mabit di Mina yang dilakukan syarikah guna memberikan kenyamanan bagi jamaah calon haji Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Petugas berjalan di kompleks tenda jamaah calon haji Indonesia jelang Wukuf di Arafah, Makkah, Arab Saudi, Senin (26/5/2025). Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi memeriksa persiapan fasilitas untuk wukuf di Arafah dan mabit di Mina yang dilakukan syarikah guna memberikan kenyamanan bagi jamaah calon haji Indonesia.

Laporan Jurnalis Republika Teguh Firmansyah dari Makkah, Arab Saudi.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH -- Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi menghadapi sejumlah kendala dalam penempatan jamaah di tenda-tenda Arafah. Ketua PPIH Arab Saudi, Muchlis M Hanafi mengatakan, permasalahan ini dipicu beberapa faktor teknis, sosial dan kultural yang berdampak pada kepadatan tenda serta masalah distribusi logistik. 

Baca Juga

 
“Atas nama Ketua PPIH Arab Saudi, saya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dirasakan sebagian jamaah haji Indonesia,” terang Mukhlis M Hanafi di Makkah, Sabtu (7/6/2025) waktu Arab Saudi.
 
Wukuf di Arafah sebagai rangkaian puncak ibadah haji berlangsung pada 9 Zulhijjah 1446 H, bertepatan dengan 5 Juni 2025. Jamaah haji Indonesia diberangkatkan dari hotel di Makkah menuju Arafah pada 4 Juni 2025. Dalam proses itu, ada sejumlah jamaah yang sempat tidak mendapatkan tempat di tenda Arafah.
 
Menurut Mukhlis, ada sejumlah fakta penyebab terjadinya masalah penempatan jamaah di Arafah. Pertama, ada sejumlah tenda yang sebenarnya masih menyisakan ruang tapi tidak bisa teroptimalisasikan untuk diisi oleh jamaah dengan berbagai alasan.
 
“Misalnya, tenda berkapasitas 350, sebenarnya baru dihuni 325 jamaah dari satu kelompok, namun tidak dapat diakses jamaah lain, bahkan meski dari markaz yang sama,” ujar Mukhlis.
 
Kedua, skema pemberangkatan jamaah berbasis hotel menyulitkan penataan dan penempatan jamaah. Penempatan jamaah di hotel Makkah pada dasarnya berbasis markaz dan syarikah. Namun, pada praktiknya ada juga sejumlah jamaah yang memilih berpindah hotel meski beda markaz dan syarikah, dengan berbagai alasan dan tidak selalu karena penggabungan pasangan.
 
“Karena sistem keberangkatan dari Makkah ke Arafah menggunakan pendekatan berbasis hotel, bukan berdasarkan markaz atau syarikah, maka tenda-tenda tertentu terisi penuh lebih dulu, bahkan sebelum jamaah yang juga dijadwalkan menempati tenda tersebut tiba di lokasi,” sebut Mukhlis.
 
Ketiga, jumlah petugas tidak sebanding dengan jamaah. PPIH Arab Saudi telah membagi tugas layanan kepada tiga daerah kerja (daker). Daker Bandara bertanggung jawab dalam layanan jamaah di Arafah, Daker Makkah di Muzdalifah, sedang Daker Madinah di Mina. 
 
“Dengan jumlah tidak terlalu banyak, petugas harus berjibaku melayani lebih dari 203 ribu jamaah yang tersebar di 60 markaz di Arafah. Ini menyebabkan kesulitan dalam membantu petugas Markaz dalam mengatur penempatan secara disiplin. Bahkan, banyak petugas yang kelelahan,” tuturnya.
 
Keempat, mobilitas jamaah yang tidak terkendali. Dijelaskan Mukhlis, banyak jamaah berpindah tenda secara sepihak untuk berkumpul dengan kerabat atau kelompok bimbingan dari daerah asal. “Perpindahan ini memperburuk distribusi beban tenda dan menyulitkan kontrol layanan secara keseluruhan,” paparnya.
 
Kondisi ini juga berdampak pada gangguan distribusi konsumsi jamaah. Selama di Arafah, jamaah haji Indonesia mendapatkan lima kali makan pada 8-9 Zulhijjah 1446 H. Penempatan jamaah yang tidak sesuai rencana menyulitkan pihak syarikah/markaz proses distribusi makanan dan logistik. 
 
“Sebagian jamaah tidak mendapatkan jatah makan tepat waktu karena data distribusi di Markaz/Syarikah tidak cocok dengan kondisi riil,” ujar Mukhlis.
 
 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement