REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri agama (menag) RI Lukman Hakim Saifuddin menanggapi polemik terkait visa furoda. Seperti diketahui, warga negara Indonesia (WNI) yang pada musim haji 1446 H/2025 M mengandalkan visa itu terpaksa tidak jadi berangkat ke Tanah Suci.
Sebab, hingga batas akhir penerbitan visa haji oleh Pemerintah Arab Saudi, visa furoda tak kunjung terbit. Sosok yang akrab disapa LHS itu menjelaskan, pada dasarnya, ada dua jenis visa terkait haji, yakni visa kuota dan visa non-kuota.
Yang pertama itu sering kali disebut "kuota Kementerian Agama (Kemenag)" karena memang dikeluarkan oleh Kerajaan Arab Saudi untuk WNI yang mendaftar haji reguler, yang diselenggarakan pemerintah RI. Dalam hal ini, Kemenag RI memanfaatkan kuota haji resmi yang diberikan Arab Saudi untuk Indonesia.
Sebaliknya, visa non-kuota diterbitkan oleh Pemerintah Arab Saudi atas dasar undangan resmi dari pejabat setempat kepada WNI tertentu. Visa ini pun dikenal luas sebagai visa mujamalah.
“Awalnya, visa mujamalah diberikan kepada WNI atas undangan resmi dan disertai dengan fasilitas lengkap seperti penerbangan, akomodasi, konsumsi, dan transportasi lokal,” ujar LHS dalam keterangan tertulis, Sabtu (7/6/2025).
Namun, lanjut dia, belakangan muncul praktik-praktik penyalahgunaan visa mujamalah. Sebagiannya diterbitkan tanpa dukungan fasilitas.
