REPUBLIKA.CO.ID, JEDDAH — Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf membawa isu lamanya masa tunggu calon haji di Indonesia dalam simposium tentang haji edisi ke-49 pada di Ritz-Carlton Hotel di Jeddah, Arab Saudi, Ahad (1/6/2025).
Selain permasalahan tersebut, isu-isu terkini yang menjadi pembahasan adalah munculnya kesenjangan antara layanan haji dan meningkatnya jumlah umat Islam yang ingin melaksanakan haji.
Dia mengatakan, munculnya kesenjangan masa tunggu mulai terjadi sejak tahun 1987 ketika Kerajaan Arab Saudi memberlakukan sistem kuota haji, setelah berkoordinasi dengan Liga Muslim Dunia.
"Negara-negara Muslim di seluruh dunia harus beradaptasi dengan keputusan ini. Beberapa negara dengan jumlah jamaah haji yang besar, seperti Indonesia, Malaysia, Turki, Pakistan, India, dan lainnya, telah memutuskan untuk menerapkan sistem daftar tunggu atau antrean," kata dia.
Di Indonesia, kata dia, siapa pun yang ingin menunaikan haji harus terlebih dahulu mendaftar ke Kementerian Agama Indonesia dengan terlebih dahulu membayar biaya pendaftaran untuk masuk sebagai daftar tunggu haji.

"Karena besarnya jumlah pendaftar yang mencapai lebih dari 5,5 juta orang pada tahun 2025, masa tunggu menjadi 20 hingga 40 tahun," kata dia.
Dia menjelaskan, masa tunggu ini menyebabkan biaya haji menjadi tidak pasti bagi pendaftar yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Selain itu, waktu tunggu yang lama membuat kesehatan dan kekuatan fisik pendaftar haji semakin melemah. Ketika gilirannya tiba setelah masa penantian 20 sampai 40 tahun, ia mungkin menjadi orang tua, atau bahkan meninggal.