Rabu 19 Nov 2025 10:01 WIB

Taj al-Salatin, Kitab Nasihat untuk Pemimpin

Kitab karya Bukhari al-Jauhari ini mengandung banyak nasihat untuk pemimpin.

Kitab Taj as-Salatin
Foto: dok wiki
Kitab Taj as-Salatin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Taj al-Salatin merupakan kitab karangan Bukhari al-Jauhari yang terbit pada 1603 di Aceh Darussalam. Buku tersebut membicarakan masalah etika, politik, dan pemerintahan yang ideal menurut ajaran Islam.

Guru besar sastra Universitas Paramadina Prof Abdul Hadi WM dalam Cakrawala Budaya Islam menjelaskan, pengarang kitab itu sesuai namanya diduga berasal dari Bukhara, Asia Tengah. Pada akhir abad ke-16, al-Jauhari sempat bermukim di Johor, Semenanjung Malaya. Penguasaannya atas kesusastraan Arab dan Persia tampak jelas dari kandungan karyanya itu.

Baca Juga

Kriteria pemimpin

Abdul Hadi mengatakan, sebagai sebuah teks kesusastraan Taj al-Salatin tergolong dalam genre adab. Karya Bukhari al-Jauhari itu berlaku sebagai kitab pedoman pemerintahan berdasarkan etika Islam. Judul Taj al-Salatin pun secara harifiah berarti 'mahkota raja-raja.'

Menurut al-Jauhari, seorang raja atau pemimpin mesti memenuhi sejumlah sifat. Di antaranya adalah memiliki ingatan yang kuat (al-hifdhu), pemahaman yang benar (al-fahmu), ketajaman pikiran (al-fikr), menghendaki kemakmuran rakyat (al-iradat), serta menerangi negeri dengan cinta dan kasih sayang (an-nur). Di samping itu, seorang kepala pemerintahan harus pengampun, cermat, serta bertindak atas dasar musyawarah dan mufakat. Kebijakannya pun tak boleh bertentangan dengan Alquran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Kesementaraan

Tiga bab pertama dalam Taj al-Salatin menampilkan latar pemikiran sufistik yang kuat. Abdul Hadi menerangkan, penulis kitab tersebut mengibaratkan dunia sebagai pasar bagi dunia yang akan datang. Di dunia ini, seluruh manusia menjalankan berbagai perniagaan untuk mengumpulkan bekal sebelum dipanggil ke alam baka.

Artinya, hakikat dunia ini adalah kesementaraan. Bukhari al-Jauhari kemudian mengajak pembaca untuk merenungi kematian. Baginya, salah satu kriteria pemimpin ialah selalu ingat akan maut dan siksa kubur. Jangan sampai seorang penguasa merasa bebas untuk berlaku zalim terhadap rakyat. Sebab, hidup hanyalah sementara, suatu saat pasti akan berakhir.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement