Jumat 30 May 2025 17:24 WIB

Islam Moderat Dinilai Jalan Hadirkan Syariat dalam Kebhinekaan

Perjanjian Madinah memberikan kebebasan pemeluk agama untuk menjalankan ibadah.

Pengunjung berfoto dengan latar belakang layar yang menampilkan karya seni dan narasi budaya Islam pada Pameran Imersif Islam di Nusantara & Imam Bukhari: Islamic Art di Galeri Harmoni Istiqlal, Jakarta, Jumat (3/1/2025). Pameran tersebut menyajikan beragam karya dalam bentuk dua dimensi dan imersif interakti yang menjelaskan tentang sejarah dan budaya islam di nusantara, cipta kawasan dan Masjid Istiqlal, serta menyajikan sejarah tentang Imam Bukhari dan kota kelahirannya yang sarat nilai toleransi dan harmoni Islam. Pameran tersebut diselenggarakan pada 10 Desember 2024 hingga 28 Februari 2025 dari pukul 09.00 sampai 21.00 dengan harga tiket untuk pelajar Rp35.000 dan umum Rp45.000.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Pengunjung berfoto dengan latar belakang layar yang menampilkan karya seni dan narasi budaya Islam pada Pameran Imersif Islam di Nusantara & Imam Bukhari: Islamic Art di Galeri Harmoni Istiqlal, Jakarta, Jumat (3/1/2025). Pameran tersebut menyajikan beragam karya dalam bentuk dua dimensi dan imersif interakti yang menjelaskan tentang sejarah dan budaya islam di nusantara, cipta kawasan dan Masjid Istiqlal, serta menyajikan sejarah tentang Imam Bukhari dan kota kelahirannya yang sarat nilai toleransi dan harmoni Islam. Pameran tersebut diselenggarakan pada 10 Desember 2024 hingga 28 Februari 2025 dari pukul 09.00 sampai 21.00 dengan harga tiket untuk pelajar Rp35.000 dan umum Rp45.000.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Guru Besar Ilmu Sosiologi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Prof Zuly Qodir mengatakan, Islam moderat dapat dijadikan jalan untuk menghadirkan syariat dalam konteks kebhinekaan.

Zuly mengatakan, praktik syariat Islam di Indonesia tidak bertentangan dengan prinsip keberagaman karena dijalankan dengan menghargai kemanusiaan, hak asasi manusia, dan nilai-nilai kebangsaan.

Baca Juga

“Namun, di tengah upaya menjaga kebersamaan, masih saja muncul kelompok radikal yang menuduh umat Islam moderat sebagai kaum munafik karena dianggap tidak mendukung penerapan syariat secara formal,” ucap dia dalam keterangan diterima di Jakarta, belum lama ini.

Ia menjelaskan tuduhan tersebut umumnya didasarkan pada penafsiran ayat Alqur’an yang keliru. Penafsiran ayat, misalnya lafaz al hukmu illallah (‘tidak ada hukum kecuali hukum Allah’), harus dipahami secara kontekstual alih-alih dijadikan sebagai klaim pembenaran secara sepihak.

“Ayat-ayat tersebut memang benar demikian bunyinya, tetapi perlu dipahami bahwa maknanya terbatas pada hukum keagamaan, bukan hukum kemasyarakatan atau kenegaraan,” ujar Zuly.

photo
Pelajar mengikuti program kurikulum diniyah di Sekolah Dasar Negeri 42 Banda Aceh, Aceh, Rabu (7/2/2024). Pemerintah Kota Banda Aceh terus melanjutkan kurikulum diniyah yang merupakan salah satu implementasi peraturan daerah (qanun) tentang syariat islam yang bertujuan meningkatkan kemampuan pelajar dalam membaca, menulis dan menghafal Al Quran dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari. - (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra )

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement