REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR --Banyak ulama yang menerangkan bahwa berqurban saat Idul Adha memiliki nilai yang utama, bahkan nilai sedekahnya lebih besar dari harga hewan qurban itu sendiri.
Berawal dari kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail, dalam membuktikan ketakwaannya kepada Allah, Tuhan Semesta Alam. Seperti yang dikisahkan dalam banyak siroh, Nabi Ibrahim merupakan seorang hamba yang sangat patuh kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala, termasuk ketika diperintahkan untuk menyembelih Nabi Ismail, anaknya.
Padahal beliau telah menantikan kehadiran buah hati sejak lama. Begitu mendengar bahwa yang memerintahkan adalah Rabbul’alamin, Nabi Ismail tidak menolak dan tidak gentar sedikit pun.
Berkat ketaatan dan kesabaran Nabi Ibrahim serta anaknya, Allah melepaskan cobaan kepada mereka dan menggantikan Ismail dengan seekor domba yang besar. Selain mematuhi perintah Allah, berqurban menjadi pembuktian cinta pada pencipta. Jika ditelisik lebih dalam, ada banyak keteladanan dari Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail kepada Allah.
Terlebih ibadah ini hanya datang hanya satu tahun sekali. Qurban pun tidak hanya mengandung nilai ibadah, tetapi juga menjadi momen yang pas bagi kita untuk belajar tentang kerelaan dan berbagi dengan sesama.
Sebagaimana yang tertuang dalam Surat Al-Maidah ayat 27 dan surat As-Shaffat ayat 99 sampai 113. “Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka (qurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa.”
Allah SWT beberapa kali juga menyebutkan tentang ibadah qurban. Di dalam surat Al-Kautsar misalnya:
“(1) Sesungguhnya Kami telah memberimu (Nabi Muhammad) nikmat yang banyak. (2) Maka, laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!. (3) Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus (dari rahmat Allah)."
Meski demikian, tidak semua umat muslim rela menyisihkan harta terbaik yang dimilikinya untuk berkurban. Berbagai sebab menjadi alasan atas kurangnya kesungguhan berkurban. Entah karena lupa batas akhir berqurban, pengalihan alokasi dana untuk kebutuhan lain, hingga keraguan dan kekhawatiran yang datang. Padahal, berqurban kian diandalkan menuju jalan takwa dan keberkahan untuk terus berbagi kepada mereka yang membutuhkan terutama di masa-masa sulit seperti sekarang.