REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Menteri Agama, Romo Muhammad Syafi’i tak kuasa menahan air mata saat mengenang pengalaman pertamanya melihat Kabah.
Suaranya bergetar, matanya berkaca, saat ia menyampaikan kisah haru tersebut di hadapan para petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Senin (12/5/2025) sore.
Kala itu pada 1995, Romo Syafi’i masih berusia 36 tahun. Dia bukan siapa-siapa—hanya seorang jamaah haji biasa dari Medan.
Sebelumnya, bertahun-tahun dia hanya bisa mengantar calon jemaah haji, tanpa pernah tahu kapan dirinya sendiri akan berangkat. Sampai akhirnya, panggilan suci itu datang.
“Saya menangis tersedu-sedu ketika pertama kali melihat Kabah,” ujar Romo Syafi'i dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Selasa (13/5/3025).
Tangis itu, kata dia, bukan semata karena haru, melainkan karena terbayang perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarkan Islam. Ia teringat betapa berat jalan dakwah Nabi, bagaimana beliau ditolak, dihina, tapi tetap tegar menyampaikan risalah.
"Tangisan itu terus berlanjut saat saya di Arafah, juga Muzdalifah,” ucap Romo dengan nada emosional.
Tak banyak yang tahu, pada haji pertamanya itu, Romo Syafi’i langsung dipercaya menjadi Wakil Ketua Rombongan (Wakarom).
BACA JUGA: 3 Alasan Trump Berdamai dengan Houthi dan Tinggalkan Israel Menurut para Pakar
Dia bertugas melayani puluhan jamaah lansia. Dalam suhu ekstrem nyaris 50 derajat Celsius, dia tetap setia mengangkat koper dan memastikan seluruh jamaah aman sampai ke Makkah.
Tubuhnya sempat drop hingga mimisan, tapi semangat pelayanannya tak surut.
“Saya niatkan diri saya untuk melayani. Itu saja,” kata Romo.
