Sabtu 03 May 2025 17:48 WIB

Karena Alasan Ini, RMI NU Minta Polemik Nasab Ba’alawi Dihentikan

Polemik nasab ini sudah tidak bisa lagi diselesaikan dengan debat.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
 Ketua Rabithah Ma’had Islamiyah Nahdlatul Ulama  Rakhmad Zailani Kiki
Foto: Dokpri
Ketua Rabithah Ma’had Islamiyah Nahdlatul Ulama Rakhmad Zailani Kiki

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Rabithah Ma’had Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI NU) Jakarta, KH Rakhmad Zailani Kiki, meminta polemik seputar nasab Ba’alawi di Indonesia segera dihentikan. Menurut dia, perdebatan ini tidak produktif dan telah mengancam persatuan umat serta keutuhan bangsa.

“Kami berharap polemik ini disudahi untuk polemik Ba’alawi. Sudahi itu dalam arti apa, masing-masing sudah punya pendapatnya," ujar kiai Betawi ini dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Sabtu (2/5/2024).

 

Menurut dia, polemik ini sudah tidak bisa lagi diselesaikan dengan debat. Masing-masing pihak—baik yang meyakini nasab Ba’alawi tersambung ke Rasulullah SAW maupun yang menolaknya—sudah memiliki pandangan yang tidak bisa dikompromikan. 

 

Kiai Kiki juga menilai perdebatan mengenai nasab tidak memberikan manfaat apa pun dan justru mengarah pada konflik horizontal. Dia pun mencontohkan kasus persekusi terhadap tokoh dari klan Ba’alawi, seperti Sayyid Idrus bin Salim Aljufri (Guru Tua) di Palu, Sulawesi Tengah, yang dinilai sebagai bentuk pelecehan terhadap kontribusi tokoh penting dalam dakwah Islam.

 

“Ini sudah masuk ke ranah konflik sosial bahkan isu SARA. Bukan hanya di media sosial, tapi sudah terjadi di lapangan,” ucap dia.

 

Kiai Kiki juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap upaya penghadangan terhadap sejumlah penceramah yang memiliki afiliasi Ba’alawi. Hal ini, menurutnya, merupakan bentuk nyata dari retaknya ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniyah.

 

“Debat ini tidak lagi bersifat akademik. Sudah menjadi gerakan saling menegasikan. Orang-orang yang mencoba mengambil posisi tengah malah dianggap tidak punya pendirian,” kata dia.

 

Penulis buku *Genealogi Intelektual Ulama Betawi* ini menekankan bahwa persoalan nasab seharusnya dikembalikan ke ranah akademik, bukan dijadikan bahan agitasi publik. Dia menyebut, memperdebatkan nasab tanpa dasar keilmuan hanya akan menimbulkan kebisingan dan kebencian.

 

“Bawa kembali ke kampus. Jangan dibawa ke ruang publik. Ini bisa merugikan persatuan dan menjadi blunder besar. Menang jadi arang, kalah jadi abu,” jelas dia.

 

Menurut dia, daripada memperdebatkan nasab, umat Islam sebaiknya lebih menekankan pada sanad keilmuan. Keabsahan keilmuan, kata dia, lebih penting ketimbang klaim keturunan.

 

“Kita akan menghargai orang karena keilmuannya yang tersambung ke Rasulullah SAW. Kalau pun seseorang habib atau syarif tapi sanadnya tidak nyambung, maka tak perlu diikuti,” ujar Kiai Kiki.

 

Dia pun mengingatkan agar masyarakat tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang memanfaatkan isu ini untuk kepentingan tertentu.

 

“Polemik ini kalau dibiarkan bisa mencapai level membahayakan disintegrasi bangsa. Maka mari kita selesaikan dengan kepala dingin dan intelektualitas, bukan emosi,” ucap Kiai Kiki.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement