REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Bagi beberapa orang yang memeluk Islam di zaman modern, salah satu syarat Syahadat adalah menulis otobiografi.

Mungkin biografi pertama yang membuat pembaca tertarik dengan topik ini, mencari biografi spiritual untuk membimbing mereka dan melindungi mereka dari jebakan kepastian di saat-saat kecemasan, tragedi, dan kekalahan, adalah biografi Mohammed Asad.

Karya yang tetap menjadi paling populer meskipun ada jangka waktu yang panjang yang memisahkan kita darinya dan terlepas dari kenyataan bahwa banyak hal telah berubah di dunia ini sejak pertama kali diterbitkan pada 1954.

Di samping The Road to Mecca terdapat judul-judul populer seperti The Journey to Islam karya Murad Hoffman, That's Why I Became a Muslim karya syekh dan penerjemah Amerika, Noah Keller, serta otobiografi Malcolm X.

Yang terakhir ini dan biografi Mohammed Asad adalah dua yang terpopuler dalam kategori ini.

Leopold Weiss, yang lahir pada 1900, pada tanggal 12 Juli di awal abad baru, hidup hingga usia 91 tahun, 66 tahun di antaranya ia jalani dengan nama "Mohammed Asad" setelah dia mengucapkan kalimat syahadat pada tahun 1926 di sebuah masjid di Berlin.

BACA JUGA: Viral Perempuan Pukul Askar di Area Masjid Nabawi Madinah, Ini Tanggapan Arab Saudi

Dalam otobiografinya, Mohammed Asad menceritakan sebuah momen spiritual yang menentukan yang dia katakan sebagai awal dari keputusannya untuk memeluk Islam.

Sebuah kisah manusiawi yang sederhana, tidak jauh dari rasa jurnalisme realis yang mendalam yang dimiliki oleh Asad, yang berpuncak pada The Road to Mecca, yang diterbitkan pada 1954 di New York.

Ini adalah kisah tentang kereta api, pada September 1926, dan saya serahkan kepada Asad untuk menceritakannya di sini:

Ikuti Whatsapp Channel Republika