Senin 07 Apr 2025 05:53 WIB

Usai Gempa, Militer Myanmar Sibuk Perang Sendiri: Bom Dijatuhkan ke Oposisi

Militer menjatuhkan bom di Negara Bagian Karenni dan Shan pada Kamis dan Jumat.

Rep: Lintar Satria/ Red: A.Syalaby Ichsan
Ilustrasi: Tentara Myanmar.
Foto: Anadolu Agency
Ilustrasi: Tentara Myanmar.

REPUBLIKA.CO.ID,BANGKOK — Militer Myanmar kesulitan menjalankan pemerintahan usai mengkudeta pemerintah terpilih pemenang Hadiah Nobel Aung San Suu Kyi pada 2021 lalu. Di bawah pemerintah junta militer perekonomian dan layanan dasar termasuk kesehatan Myanmar hancur.

Dampak perang menyulitkan operasi penyelamatan dan pemulihan gempa 7,7 skala Richter yang mengguncang Myanmar pada 28 Maret lalu. Kudeta juga memicu perang sipil yang memaksa tiga juta orang mengungsi dan melemahkan ketahanan pangan.

Baca Juga

PBB mengatakan perang sipil juga mengakibatkan sepertiga dari 28 juta populasi Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan. Pada Rabu (2/4/2025) lalu pemerintah militer mengumumkan gencatan senjata.

Namun, pada Jumat (4/4/2025) Kantor Komisioner Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) mengatakan, junta membatasi bantuan pada korban gempa yang tinggal di daerah yang tidak mendukung pemerintah militer. OHCHR juga mengatakan sedang menyelidiki laporan serangan junta ke oposisi termasuk setelah gencatan senjata.

Juru bicara junta belum menanggapi permintaan komentar.

Kelompok bantuan kemanusian, Free Burma Ranger mengatakan militer menjatuhkan bom di Negara Bagian Karenni dan Shan pada Kamis (3/4/2025) dan Jumat (4/4/2025) meski militer mengumumkan gencatan senjata satu hari sebelumnya. Serangan-serangan ini dilaporkan menewaskan setidaknya lima orang.

photo
Tim penyelamat membawa jenazah dari lokasi bangunan yang runtuh setelah gempa Jumat di Naypyitaw, Myanmar, Selasa, 1 April 2025. - ( AP Photo)

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement