REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puncak arus balik Lebaran 2025 jatuh pada H+5 atau Ahad (6/4/2025). Masyarakat yang pulang kampung ke halamannya masing-masing akan hijrah ke perkotaan untuk memulai aktivitasnya kembali, mulai yang berprofesi sebagai pemulung, pedagang, aparat sipil negara, dan profesi lain yang dapat meningkatkan taraf hidupnya.
Lantas apa keutamaan hijrah dalam Islam sendiri?
Wakil Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Abdul Muiz Ali menjelaskan, sejatinya masyarakat pedesaan yang pindah ke kota-kota besar, mereka adalah orang yang sedang hijrah.
Menurut dia, hijrah dapat diartikan meninggalkan suatu negeri menuju negeri lain. Orang yang berhijrah ini akan mendapatkan pahala jika diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
"Hijrah dapat bernilai pahala jika dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT, baik dia beraktivitas sebagai pemulung, pedagang, menjadi guru ngaji, penceramah, pendakwah, aparat sipil negara, dan aktivitas mulia lainnya," kata Kiai Muiz kepada Republika.co.id, Sabtu (5/4/2025).
Dia pun mengutip firman Allah SWT dalam Alquran:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ.
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, dan orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang mengharapkan rahmat Allah. Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS Al Baqarah ayat 218).
Menukil Tafsir Tahlili Alquran Kemenag, ayat ini menerangkan balasan bagi orang-orang yang hijrah meninggalkan negerinya yang dirasakan tidak aman, ke negeri yang aman untuk menegakkan agama Allah, seperti hijrahnya Nabi Muhammad SAW bersama pengikut-pengikutnya dari Makkah ke Madinah, dan balasan bagi orang-orang yang berjihad fi sabilillah, baik dengan hartanya maupun dengan jiwanya.
Mereka itu semuanya mengharapkan rahmat Allah dan ampunan-Nya, dan sudah sepantasnya memperoleh kemenangan dan kebahagiaan sebagai balasan atas perjuangan mereka.
Setiap masyarakat Indonesia yang hijrah ke perkotaan tentu memiliki motivasi yang beragam. Menurut Kiai Muiz, motivasi seseorang untuk hijrah itu menjadi titik balik keberhasilan dan kegagalannya.
Dalam hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya: “Segala perbuatan itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Maka, sebelum hijrah kembali ke perkotaan, hendaknya umat Islam membenahi niatnya agar perjalannya diridhai oleh Allah SWT.
Sebagai informasi, pemerintah memprediksi puncak arus balik Lebaran 2025 pada Ahad (6/4/2025) besok. Volume lalu lintas diprakirakan mencapai 276 ribu kendaraan dengan jumlah pergerakan masyarakat sebanyak 31,49 juta orang.
Perpindahan masyarakat pedesaan menuju perkotaan (urbanisasi) merupakan interaksi wilayah yang hampir setiap tahun angkanya terus meningkat.
Berdasarkan kajian Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan, ada sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan pada 2020. Persentase tersebut diprediksi terus meningkat menjadi 66,6 persen pada 2035.
Provinsi DKI dan Jawa Barat (Jabodetabek) menjadi kota yang paling banyak didatangi oleh penduduk dari daerah-daerah lain. Faktor ekonomi untuk meningkatkan taraf hidupnya menjadi sebab yang lebih dominan kenapa masyarakat pedesaan cenderung mengadu nasib ke ibu kota.
Kota Jakarta yang dulu bernama Sunda Kelapa dan Batavia sudah padat dengan gerakan ekonomi sejak abad ke-15. Mereka yang datang ke Jakarta dari dalam atau bahkan luar negeri. Bangsa Portugis termasuk yang pertama kali datang ke Batavia (Jakarta). Komoditi yang dijual di kota ini pun beragam, mulai dari yang produk lokal atau impor.