REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO — Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukwuwah, KH Cholil Nafis menegaskan, kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) adalah anugerah besar dari Allah SWT yang patut dimanfaatkan secara bijak. Meski dapat membantu analisis fikih secara lebih akurat dan komprehensif, AI tidak dapat berperan sebagai mujtahid atau mufti.
Pernyataan itu disampaikan Kiai Cholil dalam pidatonya pada sesi delegasi Konferensi Fatwa Internasional ke-10 di Kairo pada Selasa (13/8/2025), yang mengusung tema “Membentuk Mufti yang Bijak di Era Kecerdasan Buatan.”
Menurut Kiai Cholil, kecerdasan buatan dapat memberikan jawaban tentang hukum suatu masalah yang diajukan dan memberikan saran dalam pengambilan keputusan, tapi ia tetap tidak memiliki kesadaran manusia.
"Kesadaran adalah unsur penting dalam mengeluarkan fatwa, sedangkan kecerdasan buatan tidak memiliki status yang jelas, sehingga tidak layak menjadi mufti yang pendapatnya diikuti," ujar Kiai Cholil seperti diberitakan media Mesir Shorouknews, Rabu (13/8/2025).
Ia menekankan, mesin tidak dapat dibebani tanggung jawab moral maupun hukum. Keandalan AI dalam memberikan fatwa sepenuhnya bergantung pada manusia yang berilmu, mumpuni, dan mampu memikul amanah tersebut.
