Kamis 20 Mar 2025 06:05 WIB

Tingkat Religiositas Generasi Muda Turun, Bagaimana Dakwah Efektif untuk Gen Z?

Gen Z lebih ingin mencari jawaban individual tentang jati diri dan makna hidup.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
Jamaah menyimak materi dakwah yang disampaikan oleh Habib Jafar saat acara Glow Up Qolbu di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad (16/2/2025). Kajian yang diselenggarakan oleh Muslim Pro App tersebut mengangkat tema Membangun Kebiasaan Positif Selama Ramadan yang digelar dalam rangka menyambut bulan suci ramadan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jamaah menyimak materi dakwah yang disampaikan oleh Habib Jafar saat acara Glow Up Qolbu di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta, Ahad (16/2/2025). Kajian yang diselenggarakan oleh Muslim Pro App tersebut mengangkat tema Membangun Kebiasaan Positif Selama Ramadan yang digelar dalam rangka menyambut bulan suci ramadan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Munculnya kelompok spiritual tetapi tidak religius (Spiritual but not Religious/SBNR) merupakan fenomena yang terus berkembang di tengah masyarakat dunia. Di bulan Ramadhan pun banyak Generasi Z (Gen Z) yang mengidentifikasi diri sebagai individu yang spiritual, tetapi tidak selalu terikat pada institusi agama.

Berdasarkan data Pew Research Center, tingkat religiositas pada generasi muda kini menurun, fenomena yang tidak hanya terjadi di Barat, tetapi juga mulai terlihat di Asia, termasuk Indonesia (Youthlab, Pew Research center, 2023).

Baca Juga

Lantas apa yang dimaksud dengan fenomena SBNR ini?

Peneliti anak muda dan pendiri Youth Laboratory (Youthlab) Indonesia Muhammad Faisal menjelaskan SBNR merupakan fenomena spiritualitas generasi yang lebih memilih eksplorasi pribadi dibandingkan agama formal.

"Jadi SBNR sebetulnya fenomena generasi yang sifatnya global, bahwa generasi sekarang itu lebih condong pada eksplorasi spiritualitas ketimbang kepada agama," ujar Faisal kepada Republika.co.id, Selasa (18/3/2025).

Kemungkinan besar, menurut dia, fenomena baru SBNR ini muncul karena adanya kompleksitas informasi dan juga berbagai krisis yang dihadapi oleh generasi saat ini.

"Jadi, berbeda dengan generasi milenial yang tumbuh besar di awal percepatan teknologi dan media informasi, terutama media sosial," ucap Faisal.

Pada masa itu, generasi milenial lebih banyak optimisme terhadap ekonomi, politik, dan masa depan. Sehingga, kata Faisal, generasi milenial lebih banyak kecenderungannya kepada komunitas agama.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement