REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis mengungkapkan fatwa dari para ulama NU dan MUI yang terkait dengan lingkungan.
Dia mengatakan, dalam Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama yang digelar di Jakarta pada Februari 2025 lalu, para ulama NU memutusakan bahwa hukum jual beli karbon hukumnya boleh.
"Di Nahdlatul Ulama itu kemarin baru menyaksikan fatwa tentang karbon emisi, untuk jualan karbon emisi itu adalah hukumnya halal dan sah," ujar Kiai Cholil saat tausiyah menjelang buka puasa bersama di Jakarta, Jumat (14/3/2025).
Saat menjadi Ketua Sidang Komisi Bahtsul Masail Waqiiyah dalam Munas tersebut, Kiai Cholil menjelaskan, jual beli karbon baik dengan model pertama, sistem cap and trade, maupun model kedua offset emisi, hukumnya boleh dan sah.
Hal tersebut dilakukan dengan memakai pola transaksi bai' al-Huquq al-ma’nawiyyah, yaitu jual beli hak-hak imateriil.
Model Cap-and-Trade merupakan pembatasan (cap) pada total jumlah emisi yang diizinkan. Maksudnya, industri atau negara diberikan izin emisi (allowance) yang dapat mereka gunakan atau perdagangkan.
Artinya, jika sebuah perusahaan berhasil mengurangi emisinya di bawah batas yang ditetapkan, mereka dapat menjual sisa izin emisi mereka kepada perusahaan lain yang membutuhkan.
BACA JUGA: Berkat Kecerdasan Ilmuwan Iran, Program Nuklir tak Dapat Diserang atau Dibom Sekalipun
Sementara, menurut Kiai Cholil, model offset karbon adalah perdagangan hasil dari penurunan emisi atau peningkatan penyerapan dan penyimpanan karbon, seperti penanaman pohon.
"Jadi ada yang karena orang punya emisi pemanasan global di efek rumah kaca, kemudian orang menjual karbonnya itu," kata Kiai Cholil.
