Jumat 14 Mar 2025 10:07 WIB

Hamas dan Jihad Islam Bertemu: Kutuk Kejahatan Israel

Kelompok perlawanan menegaskan komitmennya terhadap perjanjian gencatan senjata.

Pejuang Hamas dan Jihad Islam menahan kerumunan saat mobil yang membawa sandera Israel, di Khan Younis, Jalur Gaza selatan , Kamis 30 Januari 2025.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Pejuang Hamas dan Jihad Islam menahan kerumunan saat mobil yang membawa sandera Israel, di Khan Younis, Jalur Gaza selatan , Kamis 30 Januari 2025.

REPUBLIKA.CO.ID,GAZA — Dua kelompok perjuangan Palestina, Hamas dan Jihad Islam, membahas pelaksanaan kesepakatan gencatan senjata yang terancam oleh pengkhianatan Israel. Dua kelompok bersenjata tersebut mengulas bagaimana pelanggaran Israel terhadap kesepakatan tersebut, dan perkembangan terkait dimulainya kembali pembicaraan dengan Israel.

Pertemuan yang berlangsung di Qatar mempertemukan Kepala Dewan Pimpinan Hamas Mohammed Darwish dan Pemimpin Jihad Islam Ziyad al-Nakhalah, bersama wakilnya, Mohammed al-Hindi, menurut pernyataan Hamas, Kamis (13/3).

Baca Juga

Pernyataan tersebut mencatat bahwa kedua kelompok perlawanan Palestina itu menekankan perlunya kepatuhan penuh terhadap semua ketentuan gencatan senjata, khususnya mengenai penarikan Israel dari Koridor Philadelphia di sepanjang perbatasan Gaza-Mesir, pembukaan perlintasan perbatasan, dan penerapan protokol kemanusiaan.

Mereka juga menekankan pentingnya memastikan pengiriman semua pasokan penting ke Gaza dan melanjutkan fase kedua dari kesepakatan tiga fase tanpa syarat.

Pernyataan itu menegaskan kembali perlawanan tetap berkomitmen untuk melaksanakan perjanjian gencatan senjata dengan setia dan sepenuhnya siap untuk terus melaksanakannya.

Selain itu, kedua delegasi mengutuk kejahatan Israel di Yerusalem dan Tepi Barat yang diduduki, termasuk penghancuran kamp pengungsi di Jenin dan Nur Shams, serta pencegahan jamaah untuk beribadah di Masjid Ibrahimi, menyebutnya sebagai pelanggaran serius terhadap tempat dan wakaf keagamaan Islam.

Blokade Israel yang telah berlangsung hampir 20 tahun telah mengubah Gaza menjadi penjara terbesar di dunia, membuat 1,5 juta dari 2,4 juta penduduknya menjadi kehilangan tempat tinggal di tengah kekurangan makanan, air, dan obat-obatan yang disengaja setelah terjadinya genosida.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement