Selasa 04 Mar 2025 21:45 WIB

IZW Kecam Penggunaan Istilah Uang Zakat dalam Skandal Korupsi LPEI

Pemerintah harus bertindak agar istilah zakat tidak lagi digunakan untuk korupsi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi korupsi
Foto: Freepik
Ilustrasi korupsi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Indonesia Zakat Watch (IZW) mengecam keras penyalahgunaan istilah “uang zakat” dalam skandal korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Modus ini terungkap ketika direksi LPEI meminta jatah dari debitur sebesar 2,5 persen hingga 5 persen dan menyebutnya sebagai uang zakat.

IZW menilai praktik ini merupakan bentuk gratifikasi yang dikaburkan dengan dalih keagamaan.

Baca Juga

Koordinator IZW, Barman Wahidatan Anajar menegaskan, penggunaan istilah zakat dalam praktik ilegal ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga pelecehan terhadap nilai zakat sebagai instrumen kesejahteraan sosial.

Menurut Barman, ini bukan hanya soal korupsi, tetapi juga masalah transparansi dan integritas di lembaga negara. Jika istilah uang zakat digunakan sembarangan dalam laporan internal maupun penggunaannya, kata dia, bisa muncul kesalahpahaman dan kecurigaan bahwa dana zakat benar-benar diselewengkan.

"Sehingga menciptakan misleading ke publik dan tentu berpotensi merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem pengelolaan dana zakat yang sah," ujar Barman dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id ,Selasa (4/3/2025). 

Menurut dia, dalam hukum Islam dan regulasi negara, zakat memiliki aturan ketat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PSAK 109 (2022), zakat hanya boleh dikelola oleh lembaga resmi seperti BAZNAS atau LAZ yang berizin. 

Dalam kasus LPEI, istilah zakat justru digunakan untuk menutupi transaksi ilegal, sehingga menyesatkan publik dan berpotensi membuka ruang penyalahgunaan dana lebih luas.

“Ini adalah modus baru dalam praktik korupsi. Menggunakan istilah zakat untuk menyamarkan gratifikasi bukan hanya manipulatif, tetapi juga menyesatkan publik dan melecehkan prinsip zakat yang sesungguhnya. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi celah bagi berbagai bentuk penyalahgunaan dana di masa depan,” kata Barman.

IZW juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap dana sosial di lembaga negara dan perusahaan. Tanpa regulasi yang jelas, menurut Barman, modus seperti ini dapat berkembang menjadi praktik penyalahgunaan dana yang lebih luas. 

Dengan munculnya kasus ini, menurut dia, pihak-pihak terkait perlu membincangkan masalah ini dengan serius, dengan mengevaluasi regulasi dan pengawasan yang ada. Karena, kata dia, masalah ini dapat menjadi laten bahkan bisa jadi praktiknya sudah ada sejak lama, hanya terbongkar melalui kasus LPEI ini. 

Untuk mencegah kasus serupa, IZW mendesak pemerintah dan otoritas terkait untuk segera menutup celah penyalahgunaan baik dalam regulasi maupun impementasi ini dengan langkah konkret. 

Barman mengatakan, pemerintah harus menetapkan aturan bahwa zakat hanya boleh dicatat dan digunakan sesuai regulasi resmi. Sementara, pejabat yang menyamarkan gratifikasi dengan istilah zakat harus diproses hukum sesuai aturan yang berlaku.

Selain itu, menurut dia, perusahaan dan lembaga negara wajib mencatat dana sosial secara transparan dan akuntabel sesuai dengan standar akuntansi dan peraturan keuangan negara.

"Perusahaan atau lembaga negara yang ingin menyalurkan zakat bisa melalui lembaga yang telah berizin agar penggunaannya sesuai dengan aturan," jelas Barman.

Dia menambahkan, tanpa regulasi dan pengawasan yang lebih ketat, modus seperti ini akan terus berkembang dan mengancam integritas pengelolaan dana sosial di Indonesia. 

"Pemerintah harus segera bertindak agar istilah zakat tidak lagi digunakan sebagai tameng untuk praktik korupsi terselubung," ucap Barman.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement