REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah mengimbau agar jamaah haji Indonesia mematuhi persyaratan keamanan yang tercantum dalam nota kesepahaman (MoU) penyelenggaraan ibadah haji 2025/1446H.
Menurut siaran pers Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI di Jakarta, Selasa (14/1/2025), ketentuan tersebut antara lain mematuhi dan menaati semua peraturan pemerintah Arab Saudi, serta mematuhi program pergerakan jamaah haji di masyair.
Selain itu, jamaah diminta tidak mengadakan pertemuan doa bersama dan mengeraskan suara di tempat umum atau pribadi serta tidak mempraktikkan ritual aliran di Masjidil Haram atau Masjid Nabawi.
Para jamaah diminta pula untuk tidak menggunakan perangkat fotografi, termasuk telepon genggam, guna merekam dengan tujuan yang dapat mengganggu keamanan dan keselamatan. Jamaah dilarang mengibarkan bendera negara tertentu, mempublikasikan slogan politik, partai, orientasi ideologis atau sektarian dan menggunakannya di media sosial serta tidak mempolitisasi musim haji dan totalitas dalam menjalankan ibadah.
KJRI Jeddah juga menginformasikan bahwa pelaksanaan ibadah haji resmi dari pemerintah Indonesia terbagi menjadi dua jenis kuota, yaitu kuota haji reguler dan kuota haji khusus.
Jenis haji lainnya yang dianggap resmi oleh pemerintah Arab Saudi, yaitu: Haji mujamalah, yang merupakan undangan resmi dari pemerintah Arab Saudi dan seluruh pengelolaannya dilakukan pemerintah Arab Saudi.
Haji furodah, yang merupakan undangan resmi dari pemerintah Arab Saudi dalam bentuk visa haji yang diterbitkan setelah calon jamaah membeli paket haji melalui aplikasi Nusuk. Jenis haji tersebut dikelola oleh penyedia layanan resmi yang ditunjuk Kerajaan Arab Saudi.
Haji dakhili (haji dalam negeri), yang diperuntukkan bagi warga negara Arab Saudi dan warga negara asing yang memiliki izin tinggal di Arab Saudi.