REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (Wasekjen MUI) Bidang Hukum dan HAM, KH Ikhsan Abdullah turut menanggapi polemik pagar laut yang terbuat dari bambu sepanjang 30 kilometer (Km) di pesisir Tangerang, Banten. Menurutnya, berdasarkan undang-undang, pelaku pemagaran laut bisa dipidana penjara dan denda Rp 500 juta.
Kiai Ikhsan mengatakan, mengenai kebijakan nasional yang bersifat strategis misalnya tidak serta merta dapat dilakukan pemanfaatan atau pemasangan pagar laut. Sebab harus lebih dahulu ada alokasi ruang dan tata ruang yang ditetapkan oleh pemerintah atau Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terlebih dahulu.
"Sanksi terhadap pemagaran laut, Pasal 75 dari UU Nomor 1 Tahun 2014 bahwa setiap orang yang memanfaatkan ruang dari perairan yang tidak memiliki kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (2) yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, maka dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta," kata Kiai Ikhsan kepada Republika, Senin (13/1/2025)
Kiai Ikhsan mengungkapkan, pemasangan pagar laut ini dilaporkan telah mengganggu sedikitnya 3.888 nelayan dan 500 penangkar kerang di enam kecamatan Kabupaten Tangerang. Selain memperjauh akses melaut para nelayan, keberadaan pagar laut juga meningkatkan biaya operasional nelayan.
Ia menyampaikan, pagar laut itu dibangun di atas lahan yang masuk dalam kawasan pemanfaatan umum yang tercantum dalam Peraturan Daerah (Perda Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023-2043). Jadi seharusnya untuk pemanfaatan umum tidak boleh seenaknya dibuat pagar.
"Pagar misterius di laut Kabupaten Tangerang itu mencaplok wilayah pesisir 16 desa, ada masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan sebanyak 3.000 orang lebih dan ada sekitar 500 orang pembudidaya kerang juga di lokasi itu," ujar Kiai Ikhsan.
Berdasarkan informasi yang didapat, Kiai Ikhsan mengatakan, tidak ada izin dari camat ataupun kepala desa untuk pembangunan pagar laut tersebut. Namun informasinya pihak yang melakukan pengecekan justru menemukan pagar laut terus bertambah panjang setiap pengecekan.
Wasekjen MUI Bidang Hukum dan HAM menegaskan, selain pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, tindakan pemagaran laut juga mencederai rasa keadilan bagi para nelayan dan masyarakat pesisir. Sebab pemagaran itu adalah tindakan sepihak.
Kiai Ikhsan mengingatkan kembali bahwa Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945, bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.