REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak semua orang memiliki kemampuan untuk pergi ke Tanah Suci. Dan, ada pula orang-orang yang dapat menunaikan haji atau umroh lebih dari sekali.
Tidak ada salahnya menuntaskan kerinduan akan Baitullah. Akan tetapi, baiknya mengedepankan empati terhadap keadaan sosial di sekitar. Apalagi, Nabi Muhammad SAW sekalipun tidak pernah mencontohkan haji atau umroh berkali-kali.
Rasulullah SAW diketahui memiliki kesempatan sekitar 10 kali untuk melaksanakan ibadah haji semasa hidupnya. Terkait kesempatan umroh, itu mungkin bisa saja dilakukan beliau ratusan atau bahkan ribuan kali sepanjang hayatnya.
Akan tetapi, Rasulullah SAW hanya melaksanakan ibadah haji selama satu kali. Umroh pun hanya dilakukan dua kali semasa hidupnya.
Maka, logikanya adalah, apabila haji atau umroh berkali-kali--apalagi setiap tahun--itu bagus, tentunya sudah dicontohkan Rasulullah SAW. Namun, beliau tidak "serutin" itu melakukan kedua ibadah tersebut.
Dalam sebuah artikel, pakar hadis Ali Mustafa Yaqub (1952-2016) menyarankan, kaum Muslimin yang memang mampu berhaji atau umroh berkali-kali sebaiknya juga menengok kanan-kiri. Maksudnya, ibadah sosial hendaknya tidak diabaikan.
Akan lebih baik, memilih menyantuni anak yatim atau janda-janda. Bahkan, Islam sendiri mengajarkan bahwa menyantuni anak yatim dan janda, itu diibaratkan mati dalam keadaan syahid.
Opsi lainnya, membiayai pendidikan anak-anak Muslim. Sebab, mereka sesungguhnya sedang berjuang di jalan Allah.
"Haji ulang atau umroh ulang tidak pernah dicontohkan Nabi," ujarnya.
Setara haji
Ada berbagai amalan yang pahalanya setara haji. Misalnya, berbakti kepada orang tua.
Dari Anas RA, dikatakan bahwa seseorang mendatangi Rasulullah SAW. Lelaki ini sangat ingin pergi berjihad, tetapi sayangnya tidak mampu. Nabi SAW pun bertanya kepadanya, “Apakah salah satu dari kedua orang tuamu masih hidup?”
“Ibuku masih ada,” jawabnya.