REPUBLIKA.CO.ID, Rasulullah SAW melarang keras perilaku curang dan menipu di dalam transaksi ekonomi. Dalam bukunya Selayang Pandang Prinsip Ekonomi, Wildan Jauhari, Lc., menjelaskan, larangan nabi itu disampaikan melalui hadits dari Abu Hurairah RA yang mengisahkan peristiwa Nabi Muhammad SAW melakukan inspeksi ke pasar.
Dalam hadits tersebut, Nabi Muhammad SAW melihat setumpuk makanan yang dijual oleh seorang pedagang. Saat memasukkan tangan ke dalam tumpukan tersebut, nabi mendapati bagian dalamnya basah. Nabi kemudian bertanya kepada penjual, "Apa ini wahai pemilik makanan?" Pedagang itu menjawab bahwa makanan tersebut terkena air hujan.
Nabi SAW bersabda, "Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas agar orang-orang dapat melihatnya? Ketahuilah, siapa saja yang menipu maka dia bukan dari golonganku." riwayatnya Abu Hurairah ra.
Hadits ini menunjukkan perhatian Rasulullah SAW terhadap praktik muamalah kaum Muslimin. Inspeksi tersebut dilakukan Nabi untuk memastikan transaksi berjalan sesuai prinsip kejujuran dan menghindarkan umat dari perilaku tercela seperti menipu.
Menurut syarah hadits, frasa "siapa yang menipu" digunakan tanpa menyebut objek tertentu, menunjukkan larangan ini bersifat umum dan berlaku untuk segala bentuk kecurangan, termasuk terhadap non-Muslim. Istilah ghisy atau penipuan mencakup segala bentuk ketidakjujuran, seperti menyembunyikan cacat barang atau menampilkan sesuatu yang berbeda dari kenyataan.
Peristiwa ini juga menjadi dasar hukum bahwa seorang penjual wajib menunjukkan secara jelas segala cacat atau kekurangan dalam barang dagangannya. Misalnya, jika barang memiliki kerusakan atau aib tertentu, maka hal itu harus diinformasikan kepada pembeli, baik secara lisan maupun dengan memperlihatkannya langsung.