REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Abu Sirwa'ah Uqbah bin al-Harits bertutur, ''Saya shalat ashar di belakang Nabi Muhammad SAW di Madinah. Setelah salam, beliau segera bangkit, lalu melangkahi barisan para sahabat guna menuju ke salah seorang istrinya.
Para sahabat pun terkejut atas ketergesa-gesaan beliau itu. Kemudian, Nabi kembali keluar menemui mereka.
Ketika melihat mereka terkejut atas ketergesa-gesaan itu, Nabi pun bersabda, 'Aku ingat sepotong emas yang ada pada kami, dan aku tidak ingin menahannya, maka aku pun menyuruh agar membagi-bagikan (menyedekahkan) emas itu.'"
Dalam riwayat yang lain disebutkan, "Aku meninggalkan sepotong emas untuk disedekahkan di rumah, dan aku tidak ingin potongan emas itu menginap di rumahku" (HR Bukhari).
Selain memuat pesan agar kita melepaskan diri dari segenap remeh-temeh kesibukan duniawi ketika sedang melakukan ibadah, hadis tersebut di atas juga memberi pelajaran pada kita agar berlomba menuju kebaikan. Fastabiqul-khairat, sebagaimana dalam firman Allah di dua ayat Alquran (QS al-Baqarah: 148 dan QS al-Maidah: 48).
Melalui hadis tersebut, Nabi juga telah memberi contoh konkret pada kita untuk pandai memanfaatkan peluang yang ada guna melakukan beragam amal saleh, yang jumlahnya sungguh tidak terbilang. Seorang ilmuwan Muslim yang risau hatinya karena melihat kekalahan demi kekalahan umat Islam oleh kekuatan kufar itu tergerak hatinya untuk menciptakan teknologi militer yang bisa memberikan pelajaran telak terhadap musuh, maka tidak diragukan lagi bahwa hal itu merupakan amal saleh.
Bahkan ketika kebiadaban kaum kufar terhadap umat Islam makin menjadi-jadi, seperti yang terjadi belakangan ini, amal saleh semacam inilah yang justru harus diagendakan, sekaligus direalisasikan dalam tataran global, Dunia Islam.
View this post on Instagram