REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – SETARA Institute mengungkapkan skor pada indikator Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) sebesar 3,2 pada Indeks HAM 2024. SETARA memandang hal ini menunjukkan tidak bergesernya angka peristiwa dan tindakan pelanggaran KBB yang cukup tinggi di era kepemimpinan Presiden Jokowi.
"Sepanjang dekade pemerintahan Presiden Jokowi dari tahun 2014-2023, pelanggaran terhadap KBB telah terjadi sebanyak dan 1.792 peristiwa dan 2.815 tindakan," kata Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan dalam paparannya pada Selasa (10/12/2024).
Halili menyebut gangguan tempat ibadah masih terus mengalami kenaikan yang signifikan dalam pemerintahan Jokowi. Yaitu 65 gangguan tempat ibadah pada 2023, 50 tempat ibadah pada 2022, 44 tempat ibadah pada 2021, 24 tempat ibadah pada 2020, 31 pada 2019, 20 pada 2018, dan 16 tempat ibadah pada 2017.
"Masifnya gangguan terhadap tempat ibadah merefleksikan rendahnya komitmen negara dalam mengakomodir ruang-ruang spiritualitas sebagai manifestasi atas keyakinan terhadap agama atau kepercayaan," ujar Halili.
Selain itu, Halili menjabarkan penurunan skor sebesar -0,3 pada indikator hak memperoleh keadilan pada Indeks HAM 2024.
Hal ini dikontribusi oleh masifnya penyiksaan dalam proses penegakan hukum, krisisnya perlindungan terhadap pembela HAM, hingga nihilnya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Masyarakat dihadapkan pada masa depan HAM yang suram dan hampir tidak ada harapan bergantung kepada pemerintahan Presiden Prabowo untuk berkomitmen dalam penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Halili.
Diketahui, Indeks HAM merupakan studi pengukuran kinerja negara, sebagai pemangku kewajiban (duty bearer) dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM di Indonesia.
BACA JUGA: Mengapa Stabilitas Suriah Penting dan Jangan Sampai Jatuh di Tangan Pemberontak?
Indeks HAM disusun dengan mengacu pada rumpun-rumpun hak yang terdapat dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, Budaya, dengan menetapkan enam indikator pada variabel hak sipil dan politik serta 5 indikator pada variabel hak ekonomi, sosial, budaya yang selanjutnya diturunkan ke dalam 50 sub-indikator.
Penilaian dilakukan menggunakan skala Likert dengan rentang 1-7 yang menggambarkan nilai 1 sebagai perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM yang paling buruk, dan angka 7 menunjukkan upaya komitmen pemajuan HAM yang paling baik. Penilaian ini menggunakan triangulasi sumber dan expert judgment sebagai instrumen justifikasi temuan studi.