Kamis 21 Nov 2024 18:58 WIB

3 Tingkatan Syukur Menurut Imam Ghazali

Bersyukur adalah amalan yang utama dilakukan seorang hamba Allah.

ILUSTRASI Bersyukur.
Foto: AP Photo/Armando Franca
ILUSTRASI Bersyukur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai seorang Muslim, meningkatkan syukur adalah sebuah keharusan. Sebab, diri sudah mendapatkan nikmat terbesar, yakni beriman kepada Allah Ta'ala. Tidak semua orang hatinya dilembutkan untuk menerima cahaya petunjuk dari-Nya.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Baca Juga

“Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu. Dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7).

Ayat tersebut mengisyaratkan pentingnya rasa berterima kasih kepada Allah SWT. Kadang kala, dalam menjalani kehidupan ini manusia lupa betapa banyak karunia yang telah diberikan-Nya. Sebagai Muslimin, nikmat menjadi manusia pun ditambahi pula dengan iman dan Islam.

Dengan meningkatkan intensitas rasa syukur, insya Allah kita dapat mencapai predikat takwa. Syukur berkaitan pula dengan keberkahan. Seseorang yang rajin bersyukur, insya Allah, akan dikaruniai hidup penuh berkah. Dia akan merasa tercukupi dengan berapa pun rezeki yang diperolehnya.

Hujjatul Islam, Imam Al Ghazali, menerangkan, syukur terdiri atas tiga perkara, yakni ilmu, keadaan, dan amal. Ilmu syukur berarti menyadari betapa banyak kenikmatan yang diterima seorang insan dari Allah SWT. Keadaan bermakna meluapkan rasa terima kasih itu dengan cara-cara yang diridhai-Nya.

Adapun amalan bertujuan menunaikan perintah-Nya. Bahkan, seperti dijelaskan dalam Alquran surat Ibrahim ayat tujuh, dengan bersyukur niscaya Allah SWT semakin memperbanyak limpahan karunianya kepada sang hamba yang taat.

Tidak hanya di dunia, melainkan juga kelak di negeri akhirat. Bukankah nikmat teragung adalah meraih ridha Allah SWT sehingga diperkenankan untuk melihat Wajah-Nya?

Menurut para ulama, syukur memiliki hakikat, yakni seorang insan menyandarkan segala nikmat kepada Sang Pemberi karunia. Caranya dengan merendahkan diri di hadapan-Nya. Konkretnya adalah lebih menaati perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.

فَاذۡكُرُوۡنِىۡٓ اَذۡكُرۡكُمۡ وَاشۡکُرُوۡا لِىۡ وَلَا تَكۡفُرُوۡنِ

"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku" (QS al-Baqarah: 152).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement