REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Budi pekerti Nabi Muhammad SAW tampak ketika menghadapi guyonan. Beliau sendiri menyukai candaan, selama tidak mengundang kebohongan atau berlebih-lebihan. Al- Hufy mengutip kata-kata Nabi SAW, Tidak baik orang yang tidak gembira dan tidak membuat gembira.
Ya, kegembiraan lebih menarik hati ketimbang bermuka masam dan bengis. Bila batas-batas melakukan humor adalah tanpa menyebutkan dusta, respons terhadapnya juga tidak boleh keterlaluan.
Cara Rasulullah SAW tertawa, misalnya, hanyalah senyuman atau kadang kala sampai sebersit kelihatan giginya. Namun, tidak pernah beliau terbahak-bahak. Yang ada, beliau kerap menutupi mulut dengan tangannya ketika tertawa.
Candaan yang baik bertujuan untuk hiburan dan menenangkan jiwa, mempererat persahabatan, serta menjalin kasih sayang dalam pergaulan. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW pun menghadirkan keteladanan.
Rasulullah SAW sama seperti manusia pada umumnya, yakni memiliki selera humor. Ahmad Muhammad al-Hufy dalam bukunya, Akhlak Nabi Muhammad SAW, menukil sejumlah kisah yang di dalamnya tampak bagaimana al-Musthafa sesekali bercanda dengan kaum Muslimin.
Misal, alkisah seorang nenek dari Anshar datang kepada Nabi. "Wahai Rasulullah, berdoalah, mohonkan ampun untukku."
Beliau menjawab, "Apakah kau tidak tahu bahwa surga itu tidak dimasuki nenek-nenek." Sang nenek menjerit histeris, sedangkan Rasul tersenyum dan menenangkan sang nenek.
"Apakah engkau tidak membaca firman Allah?"
Ayat yang dimaksud adalah, artinya, "Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan kami jadikan mereka gadis-gadis penuh cinta lagi sebaya umurnya" (QS al-Waqi'ah: 35). Maksud Nabi SAW, semua penduduk surga akan berusia muda dan segar, tidak ada nenek-nenek atau kakek-kakek di sana.
Menyerap budi pekerti Rasulullah