Kamis 17 Oct 2024 15:43 WIB

Ini 4 Kelompok Munculkan Hadis Palsu

Hadis palsu dihasilkan oleh empat kelompok berikut.

ILUSTRASI Belajar ilmu hadis.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
ILUSTRASI Belajar ilmu hadis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hadis palsu atau maudhu' memiliki kedudukan yang lebih rendah daripada hadis sahih. Syuhudi mendefinisikan hadis palsu sebagai "pernyataan, atau pernyataan-pernyataan, yang sesungguhnya bukanlah hadis Nabi Muhammad SAW, tetapi beberapa kalangan menyebutnya sebagai hadis."

Isi hadis palsu tidak selalu buruk atau bertentangan dengan ketentuan umum ajaran Islam. Namun, mengapa sampai ada hadis palsu?

Baca Juga

Pertanyaan itu coba dijawab Ahmad Fuad Effendy dalam bukunya, Sudahkah Kita Mengenal Al-Quran? (2013: 251-252). Dia mengutip dari al-Qurtuby dalam pendahuluan kitab Al-Jami' li Ahkam al-Qur'an.

Menurut al-Qurtuby, orang-orang yang menciptakan hadis-hadis palsu dapat dibedakan menjadi empat kelompok. Pertama, kelompok zindiq yang membuat hadis palsu atau menambahkan kalimat/frasa pada hadis sahih untuk menimbulkan kerisauan atau kebingungan di kalangan umat.

Kedua, pengikut fanatik sebuah mazhab atau golongan yang membuat hadis palsu untuk menguatkan mazhabnya.

Ketiga, orang-orang yang 'putus asa' dalam menganjurkan kebaikan. Dengan maksud baik membuat hadis palsu tentang suatu perbuatan, dia ingin agar umat Islam terdorong untuk melakukan perbuatan tersebut.

Fuad Effendy menilai, kelompok ketiga itu sering dijumpai dalam konteks pembahasan hadis-hadis palsu tentang keutamaan membaca surat-surat dari Alquran. Ambil contoh, "hadis" (dalam tanda kutip) berikut, yang diriwayatkan Abu Bakar al-Ajiri dari Abu Umamah al-Bahili.

"Barangsiapa membaca seperempat Alquran, berarti dia telah diberi seperempat kenabian. Barangsiapa membaca sepertiga Alquran, berarti dia telah diberi sepertiga kenabian. Barangsiapa membaca dua per tiga Alquran, berarti dia telah diberi dua per tiga kenabian. Barangsiapa membaca (seluruh) Alquran, berarti dia telah diberi kenabian."

Dari keterangan Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani, demikian Fuad Effendy, risetnya menyimpulkan, "hadis" di atas tidak sahih karena di dalam jalur periwayatan (sanad) terdapat nama Maslamah bin Ali, yang dinilai cacat (majruh) oleh para ahli hadis.

Kembali ke soal klasifikasi oleh al-Qurtuby. Adapun kelompok terakhir adalah para "peminta-minta" atau para pencari sedekah dengan cara membacakan "hadis-hadis" buatan sendiri, lengkap dengan sanad yang dipalsukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement