REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua orang pasti bisa diam. Namun, diam dengan alasan dan dalam waktu yang tepat--memerlukan kepekaan.
Momen kecerdasan dan kedewasaan mental seseorang akan teruji manakala ia tahu hakikat diam dan berbicara. Rasulullah SAW mengingatkan, "Di antara tanda kecerdasan seseorang adalah sedikit berbicara dalam perkara yang tidak berguna baginya."
Ahli hikmah Abul Qasim al-Qusyairi mengatakan, diam pada saat yang tepat merupakan karakteristik orang-orang besar. Begitu pula, berbicara mereka pada saat yang tepat adalah contoh tabiat mulia.
Diam pun bisa berubah menjadi sesuatu yang buruk bila dilakukan pada saat tidak tepat dan tidak mendasarkannya pada ilmu. Diamnya seorang pemimpin ketika mengetahui penderitaan rakyatnya termasuk keburukan. Diamnya orang saat kejahatan terjadi di depannya juga tak dapat dibenarkan.
Abu Ali al-Daqqaq mengungkapkan, orang yang tidak mau mengatakan yang benar adalah "setan yang bisu." Na'udzubillah.
Bagaimana caranya agar kita bisa diam secara tepat atau berbicara secara tepat?
Imam Syafi'i memberikan jalan keluar. "Apabila seseorang akan bicara, maka ia harus berpikir terlebih dulu. Apabila telah jelas bahwa ucapannya tidak akan memudharatkan, maka berbicaralah. Dan apabila telah jelas bahwa ucapannya akan membawa kemudharatan, atau dia ragu tentang bahaya tidaknya, maka diamlah."
Jadi, berbicara atau diamnya kita harus disandarkan pada aspek kemanfaatan dan kemudharatan. Bila itu bernilai baik, bicaralah. Bila bernilai buruk, maka diam lebih utama. Di sinilah kualitas keimanan seorang Muslim akan terlihat.
Sebab, di antara tanda baiknya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak berguna. Rasul bersabda, "Di antara (ciri) sempurnanya keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat baginya" (HR Tirmidzi).
Dari Abu Hurairah RA, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:
رُوي عن أبي هريرة -رضي الله عنه- أنّ النّبي -صلى الله عليه وسلم- قال: (مَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ والْيَومِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا، أوْ لِيصْمُتْ).
"Siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia berkata baik atau diam" (HR Muslim).
Beliau juga bersabda, "Orang yang berakal adalah yang memiliki visi ke depan di waktu sekarang, mampu menangani urusannya, dan menjaga lisannya. Barangsiapa yang menganggap ucapannya adalah bagian perbuatannya, maka ia akan sedikit berkata, kecuali yang bermanfaat" (HR Ibnu Hibban).