REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS), Lloyd Austin, akan bertemu dengan kepala urusan pertahanan Israel, Yoav Gallant, pada Rabu (9/10) untuk membahas situasi di Timur Tengah, demikian menurut pernyataan dari Pentagon.
Sebelumnya, Gallant mengatakan kepada Fox News bahwa Israel sedang mempertimbangkan semua opsi untuk merespons serangan Iran, termasuk kemungkinan serangan terhadap fasilitas nuklir.
"@SecDef akan menyambut Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, di Pentagon pada 9 Oktober dalam kunjungan resmi untuk membahas perkembangan keamanan di Timur Tengah yang sedang berlangsung, dan dengan senang hati menyambut Menteri kembali di Washington DC," kata juru bicara Pentagon, Patrick Ryder, di platform X.
Pada 1 Oktober, Iran meluncurkan serangan rudal besar-besaran terhadap Israel untuk kedua kalinya dalam sejarah, menyebutnya sebagai tindakan bela diri. Militer Israel mengatakan sekitar 180 rudal balistik ditembakkan, sebagian besar berhasil dicegat. Rekaman di media sosial menunjukkan dampak dari peluru-peluru yang jatuh di berbagai lokasi di Israel. Menurut otoritas Israel, tidak ada korban sipil. Beberapa media melaporkan kematian satu orang, yang diduga seorang warga Palestina dari Jalur Gaza, di Tepi Barat.
Pada Minggu (6/10), lembaga penyiaran negara Israel, Kan, melaporkan bahwa pemerintahan Biden telah menawarkan "paket kompensasi" kepada Israel jika negara itu menahan diri dari menyerang beberapa target di Iran. Seorang pejabat senior Israel, yang dikutip oleh penyiar tersebut, mengatakan bahwa Israel "selalu memperhitungkan pendapat Amerika Serikat, sekutu kami, dan siap mendengarkan mereka, tetapi akan melakukan segala yang diperlukan untuk melindungi warga dan keamanan negara."
Tepi Barat
Israel mengumumkan penutupan total wilayah pendudukan Tepi Barat pada Senin, menandai setahun serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 sekaligus awal agresi Israel di Gaza yang hingga kini masih berlangsung dan telah menewaskan sekitar 42.000 orang dan melukai hampir 97.000 lainnya.
Otoritas penyiaran resmi pada Ahad melaporkan bahwa Israel telah memutuskan untuk memberlakukan perimeter keamanan penuh di sekitar Tepi Barat dengan menutup penyeberangan yang menghubungkannya dengan Israel dan melarang masuk pekerja Palestina.
Militer Israel memutuskan untuk memperkuat kehadiran pasukan di seluruh Tepi Barat dan di semua lini guna mengantisipasi insiden yang bertepatan dengan setahun agresi, menurut penyiar tersebut.
Ketegangan di seluruh Tepi Barat meningkat di tengah serangan brutal Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 41.800 orang, yang mayoritas perempuan dan anak-anak, sejak 7 Oktober lalu.
Di wilayah pendudukan Tepi Barat sedikitnya 742 warga Palestina, termasuk anak-anak, tewas dan hampir 6.200 lainnya terluka serta lebih dari 10.900 orang ditangkap, menurut data Palestina.
Eskalasi itu menyusul opini hukum bersejarah yang dikeluarkan Mahkamah Internasional (ICJ) pada Juli, yang menyatakan bahwa pendudukan Israel selama puluhan tahun atas tanah Palestina merupakan pelanggaran hukum dan menuntut evakuasi semua permukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur.