Ahad 15 Sep 2024 09:52 WIB

Nikah Sandal Jepit pada Masa Rasulullah

Perempuan ini rela menikah dengan mahar sepasang sandal jepit.

ILUSTRASI Pernikahan.
Foto:

Dalam Islam, seperti apakah mahar yang ideal itu? Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunah, dan Para Ulama menjelaskan, mahar adalah hak mutlak istri sendiri. Tak seorang pun selain dirinya memiliki hak untuk menggunakannya dalam keperluan apa pun, kecuali dilakukan dengan izin si istri dan bukan dalam rangka maksiat.

Besar kecilnya mahar dalam Islam tidak ditentukan oleh agama. Yang terpenting dalam hal ini, mahar haruslah sesuatu yang dapat diambil manfaatnya.

Pernah suatu ketika Rasulullah didatangi oleh seorang perempuan yang meminta Nabi untuk mengawini dirinya. Beliau berdiam saja menanggapi permintaan wanita itu.

Kemudian, seorang laki-laki pun berkata, “Ya Rasulullah, jika engkau tidak berkehendak menikahinya, maka nikahkanlah dia denganku.”

Rasulullah pun menanyakan kepada laki-laki itu apakah ia memiliki mahar pernikahan atau tidak. Ia berkata: “Tidak ada yang kumiliki selain sarungku ini.”

Nabi SAW menjawab, “Jika kauberikan sarungmu itu sebagai maharnya, engkau tidak memiliki sesuatu untuk kau kenakan. Carilah sesuatu lainnya, walau sebentuk cincin dari besi.”

Laki-laki itu kemudian pergi sebentar dan kembali lagi sambil berkata, “Aku tidak mendapatkan sesuatu lainnya, ya Rasulullah.”

Nabi SAW pun bertanya lagi, “Adakah engkau menghafal sesuatu dari Alquran (untuk diajarkan kepadanya)?"

Ia mengiyakan.

"Kalau begitu," sabda Nabi SAW, "kunikahkan engkau dengan perempuan ini dengan mahar berupa apa yang kau hafal dari Alquran.” Dalam beberapa riwayat hadis lainnya, redaksinya berikut: “Ajarilah dia beberapa dari Alquran.”

Hadis di atas menunjukkan bahwa mahar dalam perkawinan tidak harus berupa uang atau benda. Namun boleh sesuatu yang memiliki manfaat seperti pengetahuan mengenai Alquran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement