REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Al-Burdah merupakan salah satu kumpulan bait-bait pujian untuk Nabi Muhammad SAW yang sangat terkenal. Dalam sejumlah riwayat, syair tersebut disusun Imam al-Bushiri ketika dirinya sedang sakit keras. Ia menderita penyakit lumpuh yang disebut angin merah. Akibatnya, murid Imam asy-Syadzili itu sulit bergerak. Bagaimanapun, tetap memaksakan diri untuk menulis karya tersebut sampai dirinya tertidur.
Dalam tidurnya, al-Bushiri bermimpi. Dia bertemu dengan Rasulullah SAW. Nabi SAW kemudian mengusap wajahnya dengan menggunakan jubah al-burdah dan mengenakannya pada ulama yang sedang sakit ini.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, ia sempat berbincang-bincang dengan Rasulullah SAW dan membacakan syair tersebut hingga bait ke-51, "wama balaghu al-ilmi annahu masyarun."
Setelah itu, al-Bushiri tidak sanggup lagi meneruskan kata-katanya. Rasulullah SAW lalu memintanya untuk meneruskan, tetapi ia berkata bahwa dirinya tak sanggup lagi. Kemudian, Nabi SAW menyempurnakan bait itu hingga kalimat, "wa annahu khayri khalqillahi kulllihimi."
Ketika terbangun dari tidur, al-Bushiri merasakan keajaiban. Penyakit yang lama dideritanya sudah tidak dirasakan lagi. Ia pun meneruskan penggubahan syair tersebut dan memuji kemuliaan Rasulullah SAW.
Dalam keterangan lain disebutkan, jubah yang dipakaikan Rasulullah SAW kepada al-Bushiri awalnya diberikan kepada Kaab bin Zuhair bin Abi Salma, seorang penyair muhadramain (penyair dua zaman, Jahiliyah dan Islam). Konon, ia mempersembahkan syair al-Burdah tersebut kepada Rasulullah SAW atas sikap dan akhlak beliau yang agung.
Awalnya, Kaab bin Zuhair kerap kali mengubah syair yang menjelek-jelekkan Nabi dan para sahabatnya. Merasa keselamatannya terancam, Kaab melarikan diri dan bersembunyi untuk menghindari luapan amarah para sahabat Rasul.
Ketika terjadi penaklukan Kota Makkah (Fathu Makkah), saudaranya yang bernama Bujair bin Zuhair mengirim surat kepada Kaab dan memintanya pulang untuk menemui Rasulullah. Bujair mengatakan bahwa Rasulullah tak akan menghukum umatnya yang telah bertobat. Akhirnya, Kaab memutuskan kembali ke Madinah.
Di kota Nabi ini, Kaab disambut hangat dan penuh rasa hormat oleh Rasul melalui Abu Bakar Siddiq. Bahkan, Nabi SAW memberikannya jubah atau burdahnya kepada Kaab. Setelah itu, Kaab mengubah syair-syair yang menjelekkan Rasulullah SAW dengan syair yang memuji akhlak beliau.
Dalam riwayat lain disebutkan, jubah yang menjadi milik Kaab bin Zuhair ini dibeli Khalifah Muawiyah bin Abi Sufyan seharga 20 ribu dirham. Lalu, jubah tersebut dibeli lagi oleh Khalifah Abu Ja'far al-Manshur dari Dinasti Abbasiyah seharga 40 ribu dirham. Oleh Khalifah Abu Ja'far al-Manshur, jubah tersebut hanya dipakai setiap shalat Id. Ia pun membiasakan hal itu kepada anak dan cucunya.