REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (LAKPESDAM) PBNU Najih Arromadloni menilai kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia menjadi kontranarasi tegas terhadap radikalisme dan ekstremisme.
“Menjadi bantahan nyata terhadap narasi-narasi ekstremisme yang mencoba memecah belah persatuan bangsa,” ujar Gus Najih, sapaan akrabnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Kehadiran pemimpin tertinggi umat Katolik di tanah air ini dipandang sebagai langkah konkret dalam memperkuat persaudaraan dan kerukunan antara umat beragama, terutama Islam dan Katolik.
Gus Najih menekankan bahwa kunjungan ini bukan hanya sebuah simbol, tetapi harus dimaknai sebagai momentum rekonsiliasi di tengah tantangan ekstremisme yang pernah memicu konflik berbasis agama di Indonesia.
“Kunjungan ini harus kita maknai sebagai upaya untuk memperkuat kerukunan, memperkuat perdamaian, dan juga upaya untuk memperkuat rekonsiliasi," ucapnya.
Lebih lanjut, Gus Najih juga mengapresiasi langkah simbolik yang dilakukan Imam Besar Masjid Istiqlal dalam menunjukkan persahabatan dengan Paus Fransiskus. Menurutnya, tindakan ini tidak bertentangan dengan ajaran Islam, tetapi justru mencerminkan esensi Islam sebagai agama perdamaian.
“Apa yang dilakukan oleh Imam besar Istiqlal dan Paus sesungguhnya adalah suatu hal yang sangat bermakna, sangat simbolik dan sama sekali tidak melanggar ajaran Islam,” kata dia.
Kunjungan ini, menurut Gus Najih, membawa pesan kuat bahwa agama harus menjadi sumber solusi, bukan pemicu konflik.
Ia berharap keteladanan para pemuka agama seperti Paus Fransiskus dan tokoh-tokoh agama di Indonesia bisa menginspirasi masyarakat hingga ke tingkat akar rumput, demi menciptakan kerukunan yang lebih nyata di masyarakat.
Paus Fransiskus juga dipuji karena menghadirkan contoh kepemimpinan yang inklusif dan penuh kasih sayang. Gus Najih berharap bahwa upaya-upaya perdamaian ini dapat terus diperkuat di tingkat internasional, sekaligus menjadi bantahan nyata terhadap narasi-narasi radikal yang mengancam perdamaian dunia.
“Indonesia juga harus tetap ingat akan pentingnya memperjuangkan keadilan global, termasuk dalam isu Palestina, sebagai bagian dari komitmen kemanusiaan yang mendasar,” ucapnya.