REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Waktu itu, bulan Jumadilawal tahun kedelapan Hijriyah. Nabi Muhammad SAW memerintahkan sebanyak tiga ribu prajurit pilihan untuk melakukan ekspedisi ke Syam (Suriah). Misi ini dipimpin Zaid bin Haritsah.
Dengan itu, Rasulullah SAW bertujuan agar Muslimin dapat memberi pelajaran kepada suku-suku Arab yang telah berkhianat. Kabilah-kabilah di perbatasan Jazirah Arab-Romawi itu tidak segan-segan menyerang juru dakwah Islam yang sedang melaksanakan tugasnya.
Nabi SAW juga berpesan, "Kalau Zaid gugur, maka Jafar yang akan memegang tampuk pimpinan pasukan. Bila Jafar gugur, maka Abdullah bin Rawahah menggantikannya."
Kabar keberangkatan ekspedisi ini sampai pada kubu musuh di Syam. Negeri itu sedang dikuasai Romawi, yang dipimpin Heraklius. Ia lantas menyiapkan pasukan sekitar 100 ribu orang yang dikomandoi Panglima Theodurus, adik Kaisar Romawi. Mereka sudah siap menghadang pasukan Muslim.
Ketika Zaid menerima berita tentang pasukan musuh itu, ia pun mengadakan musyawarah. Ada yang mengusulkan, hal itu sebaiknya dilaporkan terlebih dahulu kepada Nabi SAW. Dengan begitu, pasukan Muslimin menunggu instruksi selanjutnya dari Madinah.
Namun, Abdullah bin Rawahah menyanggahnya.
"Yang kalian segani adalah hal yang justru kalian bertolak karena menginginkannya. Kita tidak pernah berperang karena mengandalkan bilangan dan kekuatan, tetapi berdasarkan kebenaran agama ini. Marilah kita maju! Karena kita hanya punya dua alternatif. Menang atau gugur sebagai syahid," ujar Abdullah.
Maka, terjadilah peperangan dahsyat yang tidak seimbang di Mu'tah (kini wilayah Yordania). Bendera Nabi SAW dibawa oleh Zaid, yang melaju ke tengah-tengah musuh membabat siapa yang berani menghadangnya.
Zaid--anak angkat Nabi SAW ini--yakin bahwa kematiannya tidak terelakkan lagi. Benar saja, ia pun mati syahid di jalan Allah.
Setelah Zaid gugur, bendera Nabi diambil oleh Jafar. Jafar yang masih berusia 30 tahun, kemenakan Nabi SAW dan kakak Ali bin Thalib juga memberikan perlawanan dahsyat sehingga kedua tangannya putus, dan baru gugur setelah badannya terbelah.
Abdullah bin Rawahah lantas memegang bendera panji Rasul SAW itu. Akan tetapi, dirinya pun terus diberondong senjata musuh. Jumlah pasukan lawan itu lebih banyak. Maka, Abdullah pun gugur secara heroik, mengikuti dua sahabatnya yang telah berpulang ke rahmatullah itu.
Saat pertempuran itu sedang berkecamuk denga, di Madinah Rasulullah SAW tengah berkumpul dengan para sahabat dalam suatu majelis di Masjid Nabawi.
Tiba-tiba, Rasul SAW terdiam dan air mata menetes di pipinya. Rasulullah SAW memandang para jamaah lalu berkata,"Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur bersamanya hingga gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja'far, ia bertempur dan syahid juga. Kemudian panji itu dipegang oleh Abdullah bin Rawahah dan ia bertempur, lalu gugur sebagai syahid."
Beliau kemudian terdiam sebentar, sementara matanya masih berkaca-kaca. Nabi SAW lalu bersabda, "Mereka bertiga diangkatkan ke tempatku di surga."