REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pernikahan tidak sekadar jalinan cinta antara dua insan. Fenomena itu juga dapat menjadi pintu bagi seorang hamba untuk menerima hidayah dari Allah SWT. Hal itu terjadi pada Abu Thalhah alias Zaid bin Sahal Al-Najjariy.
Saat itu, dia memiliki perempuan pujaan hati bernaa Ummu Sulaim. Sebelum berislam, dia merasa yakin lamarannya tak akan ditampik oleh gadis tersebut, yang memang cantik dan cerdas. Sebab, Abu Thalhah pun seorang yang memiliki harta berlimpah dan berwajah tampan. Masyarakat umumnya mengakui kekayaan dan rupawannya Abu Thalhah.
Dia sudah mengetahui, Ummu Sulaim telah menjadi pemeluk Islam. Perempuan itu juga kerap mengaji demi memperdalam agama barunya itu. Hanya saja, ada satu hal yang membuatnya optimistis. Suami pertama Ummu Sulaim adalah penyembah berhala-- seperti dirinya. Jadi mustahil lamarannya akan ditolak.
Waktunya pun tiba. Abu Thalhah mendatangi kediaman Ummu Sulaim untuk melamar. Barulah kemudian disadarinya. Menurut syariat Islam, tidak boleh seorang Muslimah menikah dengan orang non-Muslim. Maka dari itu, tidak halal bagi Abu Thalhah untuk menikah dengan Ummu Sulaim.
Bagi pria tampan dan hartawan ini, jawaban tadi sangat tak disangka. Apa-apa yang sudah dibayangkannya--kebahagiaan menjadi suami--sirna.
Tapi, dia tidak menyerah. Abu Thalhah lantas mendapatkan tawaran, apakah dia bersedia masuk Islam jika ia tetap berkeras hati untuk bisa menikahi Ummu Sulaim. Artinya, keislamannya menjadi mahar penikahan ini.
Dia tak dituntut untuk memberikan mahar yang mahal, walau sebagai orang kaya seantero Madinah dia termasuk mampu. Sebab, Ummu Sulaim tak meminta mahar yang berlimpah materi. Hanya kesediaan Abu Thalhah untuk memeluk Islam. Bagi perempuan ini, mahar kesediaan itu tak ternilai harganya.
Awalnya, Abu Thalhah agak ragu. Namun, ia diyakinkan akan dibimbing dalam berislam. Pada akhirnya, dia menyatakan mengucapkan dua kalimat syahadat.
Demikianlah. Keislamannya menjadi mahar untuk menikahi Ummu Sulaim. Sang mempelai wanita pun menerima dengan suka cita serta mengucapkan syukur ke hadirat Allah.
Menjadi suami-istri
Di atas landasan keimanan, mereka mampu membangun tatanan keluarga yang harmonis. Ummu Sulaim sangat menghormati suaminya dan begitu sabar dalam menjalani hidup bersamanya.
Bahkan, Nabi Muhammad SAW pun memberikan pujian terhadap perempuan ini. Demikian pula kepada Abu Thalhah, yang memberikan curahan kasih sayang tulus kepada sang istri tercinta.
Ternyata, masuk Islamnya Abu Thalhah bukan karena Ummu Sulaim semata. Dia memeluk Islam dengan sepenuh hati. Buktinya, Abu Thalhah kemudian menjadi salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang paling menonjol. Dia gagah berani di medan jihad dan juga begitu pemurah dan gemar menderma di jalan Allah.
Bersama istrinya, mereka menyerahkan jiwa raganya demi kemajuan Islam. Mereka termasuk di antara tujuh puluh orang yang melakukan Bai'tul Aqabah, yaitu sumpah setia yang diucapkan kaum Muslim sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah.
Ia ditetapkan sebagai salah satu pimpinan yang ditetapkan Rasulullah ketika tiba di Madinah. Ia pun termasuk salah seorang pahlawan Islam yang senantiasa berjuang mendampingi rasul di berbagai medan perang. Namun di antara semua kelebihannya, hanya satu yang berkesan di hatinya yaitu sewaktu terlibat di Perang Uhud.