REPUBLIKA.CO.ID, VIENNA — Iran telah meningkatkan kapasitas uranium yang diperkaya hingga mendekati tingkat yang dapat digunakan untuk membuat senjata, dikutip dari sebuah laporan rahasia dari badan pengawas nuklir Perserikatan Bangsa-Bangsa (IAEA) pada Kamis (29/8/2024).
Laporan dari IAEA, yang disaksikan oleh The Associated Press, mengatakan, pada 17 Agustus, Iran memiliki 164,7 kilogram (363,1 pon) uranium yang diperkaya hingga 60%. Jumlah tersebut meningkat 22,6 kilogram (49,8 pon) sejak laporan terakhir IAEA pada Mei.
Uranium yang diperkaya hingga kemurnian 60% hanya tinggal selangkah lagi menuju tingkat kemurnian senjata 90%. Menurut definisi IAEA, sekitar 42 kilogram (92,5 pon) uranium yang diperkaya hingga 60% adalah jumlah yang secara teoritis memungkinkan untuk membuat satu senjata atom - jika bahan tersebut diperkaya lebih lanjut, hingga 90%.
Kepala IAEA Rafael Mariano Grossi, sebelumnya telah memperingatkan bahwa Teheran memiliki cukup uranium yang diperkaya hingga mendekati level untuk membuat senjata “beberapa” bom nuklir jika mereka memilih untuk melakukannya. Dia mengakui bahwa badan PBB tidak dapat menjamin bahwa tidak ada sentrifugal Iran yang mungkin telah dikupas untuk pengayaan uranium secara diam-diam.
Laporan pada Kamis tersebut merupakan titik terendah terbaru dalam hubungan yang memburuk antara Teheran dan IAEA. Laporan ini menyusul resolusi 6 Juni oleh Dewan Gubernur IAEA yang beranggotakan 35 negara yang mengecam Iran karena gagal bekerja sama sepenuhnya dengan badan yang bermarkas di Wina itu.
Misi Iran di PBB di New York tidak segera menanggapi permintaan komentar dari AP. Tidak ada komentar langsung dari Teheran mengenai laporan IAEA tersebut.
Kesepakatan nuklir penting Iran tahun 2015 dengan negara-negara dunia telah membatasi program nuklirnya - yang dikhawatirkan Barat dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir, Teheran bersikeras bahwa program tersebut hanya untuk tujuan damai - sambil mencabut sanksi ekonomi yang dijatuhkan pada Iran.
Namun, kesepakatan tersebut runtuh setelah pemerintahan Trump pada tahun 2018 menarik Amerika Serikat keluar dari perjanjian tersebut. Apa yang dilakukan Trump, membuat Iran meninggalkan semua batasan yang ditetapkan dalam perjanjian. Iran bahkan memperkaya uranium hingga mencapai tingkat kemurnian 60%.
Sementara itu, kamera pengintai yang dipasang oleh IAEA juga telah terganggu. Iran bahkan melarang beberapa inspektur badan yang berbasis di Wina tersebut. Dalam beberapa momentum, pejabat Iran melontarkan ancaman akan mengembangkan senjata atom.
Laporan IAEA lebih lanjut mengatakan bahwa Teheran juga belum mempertimbangkan kembali keputusannya pada September lalu untuk melarang para inspektur badan tersebut memantau program nuklirnya. Sementara, kamera-kamera pengintai IAEA masih terganggu.
IAEA mengatakan bahwa mereka telah meminta dalam sebuah surat pada tanggal 8 Agustus agar Iran memberikan akses ke lokasi pembuatan centrifuge di kota Isfahan, untuk memungkinkan badan tersebut memperbaiki kamera-kamera mereka. Permintaan IAEA tidak mendapat balasan.
Selain itu, laporan tersebut mengatakan bahwa Iran masih belum memberikan jawaban atas penyelidikan badan pengawas nuklir yang telah berlangsung selama bertahun-tahun mengenai asal-usul dan lokasi partikel uranium buatan manusia yang ditemukan di dua lokasi yang tidak diumumkan oleh Teheran sebagai lokasi nuklir potensial. Lokasi tersebut dikenal dengan nama Varamin dan Turquzabad.
Laporan IAEA muncul hanya beberapa hari setelah pemimpin tertinggi Iran membuka pintu untuk negosiasi baru dengan Amerika Serikat mengenai program nuklir negaranya yang berkembang pesat. Ayatollah menyatakan bahwa “tidak ada salahnya” untuk terlibat dengan “musuh”.
Pernyataan Ayatollah Ali Khamenei pada Selasa menetapkan garis merah yang jelas untuk setiap pembicaraan yang berlangsung di bawah pemerintahan baru Presiden reformis Masoud Pezeshkian dan mengulangi peringatannya bahwa Washington tidak dapat dipercaya.
Laporan IAEA mengatakan bahwa pada 17 Agustus, persediaan uranium yang diperkaya di Iran secara keseluruhan mencapai 5.751,8 kilogram (12.681 pon).
“Produksi dan akumulasi uranium yang diperkaya tinggi yang terus berlanjut oleh Iran, satu-satunya negara non senjata nuklir yang melakukannya, menambah keprihatinan badan ini,” laporan tersebut menyimpulkan.
Laporan tersebut mengakui bahwa sebelum pemilihan umum bulan Juni di Iran, IAEA diberitahu bahwa keterlibatan lebih lanjut dengan badan tersebut akan ditentukan oleh pemerintah baru.
Setelah kemenangan Pezeshkian, IAEA mengucapkan selamat kepadanya dan menawarkan untuk mengirim kepala badan tersebut ke Teheran. Tujuannya, untuk memulai kembali dialog dan kerja sama antara badan tersebut dan Iran, kata laporan itu. Namun, meskipun presiden Iran yang baru terpilih mengonfirmasi persetujuannya untuk bertemu dengan kepala IAEA, tidak ada tindak lanjut dari pertemuan tersebut.
Laporan IAEA juga mengatakan bahwa badan tersebut memverifikasi bahwa Teheran telah menyelesaikan pemasangan delapan kaskade sentrifugal IR-6 di pabrik bawah tanahnya di Fordo. Delapan kaskade tambahan tersebut belum beroperasi, yang berarti mereka belum memperkaya uranium.
Selain itu, Iran telah menyelesaikan pemasangan 10 dari 18 kaskade sentrifugal IR-2m yang direncanakan di lokasi bawah tanah di Natanz, dan pemasangan dua kaskade lainnya sedang berlangsung di sana, katanya. Di lokasi yang sama, Iran telah meningkatkan jumlah kaskade sentrifugal IR-2m yang beroperasi sebanyak enam kaskade menjadi total 15, dan kaskade sentrifugal IR-4 sebanyak sembilan kaskade menjadi total 12.
Di bawah kesepakatan 2015, Iran hanya diizinkan memasang sentrifugal generasi pertama. Model sentrifugal yang lebih canggih ini memperkaya uranium dengan kecepatan yang jauh lebih cepat daripada sentrifugal IR-1.