REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nabi Muhammad SAW merupakan suri teladan yang sempurna. Semua pemimpin hingga akhir zaman seyogianya meniru sifat-sifat beliau shalallahu 'alaihi wasallam.
Beliau mengajarkan apa-apa yang pada zaman kini diistilahkan sebagai demokrasi. Sebelum Islam menyebar luas, masyarakat Jazirah Arab memberlakukan strata sosial yang ketat. Misalnya, seorang budak. Hamba sahaya dilucuti hak-haknya sebagai manusia. Anak perempuan dikubur hidup-hidup lantaran dipandang sebagai aib ayahnya. Tidak ada hukum yang adil. Si kaya nan berkuasa bisa semena-mena terhadap kaum miskin dan lemah. Kesamaan hak tidak dikenal.
Rasulullah SAW menunjukkan, setiap manusia berkedudukan sama di hadapan Allah. Pembedanya hanyalah iman dan ketakwaan. Rasulullah SAW meluruhkan kasta-kasta sosial yang selama ini membelenggu masyarakat Arab.
Sebagai contoh, pendirian masjid pertama dalam sejarah Islam. Saat itu, Nabi Muhammad SAW baru saja berhijrah dari kota kelahirannya ke Madinah bersama dengan Abu Bakar ash-Shiddiq.
Dalam statusnya sebagai pemimpin, Rasulullah SAW ikut membangun masjid tersebut bersama dengan para sahabat dan kaum Muhajirin serta kaum Anshar. Dengan tangannya sendiri, Sang Kekasih Allah itu memindahkan batu, menggali tanah, dan meletakkan pondasi untuk terwujudnya rumah ibadah itu.
Ketika seorang sahabat memintanya untuk sekadar memantau pembangunan masjid, Rasulullah SAW menolaknya dengan sopan sambil berkata, “Tidak. Kita sama-sama mengharapkan rahmat Allah. Engkau dapat ikut memindahkan (batu) lain, jika engkau mau.”
Dengan cara yang santun, Rasulullah SAW mengajarkan kepada para pengikutnya tentang kesetaraan sosial serta bagaimana seharusnya seorang pemimpin bersikap.
Selama di Madinah, Rasulullah SAW selaku pemimpin politik dan spiritual memantapkan penerapan Islam di tengah masyarakat yang heterogen. Keberagaman disatukannya melalui persaudaraan (ukhuwah) di dalam iman dan agama.
Dalam sebuah hadis, diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menegaskan pentingnya ukhuwah: Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.”
Rasulullah SAW juga berulang kali mengingatkan umatnya bahwa harta, keturunan, ras, dan segala hal duniawi tidak menentukan status seorang Muslim. Iman, ketakwaan, dan ilmulah yang menjadi faktor penentu kemuliaan individu di tengah masyarakat.