REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penasihat Khusus Presiden Palestina untuk Hubungan Internasional, Riyad al-Maliki menegaskan, Israel telah mempertimbangkan untuk menghapus hukum internasional bahkan mengubah hukum perang sepenuhnya.
Riyad mengungkapkan, bagi Israel penting untuk merendahkan martabat orang-orang Palestina, agar dapat membunuh dan membantai sebanyak mungkin orang Palestina, termasuk anak-anak dan wanita.
"Mereka (Israel) memilih untuk mengubah hukum perang agar dapat diterima untuk menyerang, membombardir sekolah, rumah sakit (RS), membunuh pasien di rumah sakit, membunuh siswa di sekolah, menghancurkan gereja dan masjid, dan lain sebagainya," kata Riyad al-Maliki dalam Diskusi yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) dan Kedutaan Besar Palestina di Jakarta, Selasa (20/8/2024)
Riyad al-Maliki menyampaikan, setelah 10 bulan perang Israel melawan Gaza, masih banyak anak-anak dan wanita Palestina yang tidak bersalah dibunuh setiap hari oleh pihak Israel.
Banyaknya anak dan wanita yang tidak bersalah dibunuh oleh pihak Israel, mencerminkan kegagalan total komunitas internasional untuk menghentikan perang dan menghentikan agresi Israel. Pada saat yang sama, ujar dia, hal tersebut mengungkap standar ganda komunitas internasional dalam hal bagaimana mereka menangani berbagai konflik di dunia.
"Palestina diperlakukan berbeda dengan Israel, Israel bertindak melampui hukum, (Israel) kebal terhadap segala jenis sanksi dan tanggungjawab," ujar Riyad dalam diskusi bertema Perjuangan Palestina yang Tak Pernah Berakhir untuk Memperoleh Negara, Hak Asasi Manusia (HAM), dan Keadilan.
Riyad mengingatkan kepada dunia internasional, selama Israel merasa kebal terhadap sanksi hukuman, dan selama Israel memahami bahwa tidak ada tanggung jawab yang harus dilakukan meski melakukan kejahatan dan kekejaman terhadap Palestina, maka Israel berpikir mengapa harus berhenti membantai Palestina.
Riyad juga mengungkapkan Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu percaya bahwa perang yang dilancarkannya terhadap rakyat Palestina adalah perang eksistensial bagi negara Israel. Netanyahu menganggap apa yang terjadi pada 7 Oktober 2023 telah mengungkap sistem keamanan nasional Israel.
"Tidak hanya mengungkapkan titik kelemahan, tetapi juga menunjukkan kegagalan sistem keamanan nasional Israel tersebut," ujar Riyad al-Maliki.
Riyad menambahkan, Netanyahu memahami mengapa sistem keamanan nasional Israel gagal. Masalahnya karena ada orang-orang Palestina yang tinggal di tanah yang disebut Palestina. Dia menjelaskan, satu-satunya cara bagi Israel untuk mengamankan sistem keamanan nasionalnya adalah dengan menghilangkan keberadaan semua orang Palestina dari tanah Palestina.