Menulis kepada seorang teman pada Juli 1924, Abdulmecid menggambarkan dirinya, mengutip Hamlet karya Shakespeare, sebagai orang yang mengalami “gendongan dan anak panah nasib yang memalukan”, meskipun, tidak seperti pangeran Denmark, ia masih “tegar, dengan hati nurani yang bersih, iman yang kuat”.
Abdulmecid meninggal pada malam hari 23 Agustus 1944 di sebuah vila dekat Paris, pada usia 76 tahun. Pasukan Amerika Serikat, yang mencoba untuk membebaskan Prancis, sedang bertempur melawan Jerman di dekatnya, ketika peluru nyasar terbang ke vila, ia menderita serangan jantung.
BACA JUGA: Coba Cari Kesalahan Alquran, Mualaf Lamaan Ball: Tuhan Jika Engkau Ada, Bimbinglah Aku
Pada 1939, Abdulmecid telah menyatakan keinginannya untuk dimakamkan di India. Sang nizam telah membangun sebuah makam untuknya, tetapi pada 1944, membawa jenazahnya ke sana dianggap tidak memungkinkan secara politis.
Sementara itu, pemerintah Turki dengan tegas menolak untuk mengizinkan pemakaman di Istanbul, sehingga Abdulmecid dimakamkan di Paris selama hampir satu dekade.
Akhirnya, pada 30 Maret 1954, khalifah terakhir Islam ini dimakamkan di pemakaman Jannat al-Baqi di Madinah, sebuah tempat ziarah, di Arab Saudi; dekat dengan tempat para kerabat dan sahabat Nabi Muhammad SAW.
Berakhirnya...