REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dengan penuh keprihatinan dan kecintaan terhadap bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) merasa perlu untuk menyampaikan pernyataan sikap terkait aturan pelepasan hijab bagi 18 anggota putri Paskibraka Nasional Tahun 2024 yang dikeluarkan oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Ketua Umum JATTI, KH Bachtiar Nasir dalam pernyataan sikap resmi JATTI menyampaikan, hijab bukan sekadar penutup kepala bagi muslimah, tetapi merupakan manifestasi dari keimanan dan ketaatan kepada Allah SWT. Ini adalah bagian tak terpisahkan dari identitas keislaman yang telah dijamin oleh konstitusi negara Indonesia melalui kebebasan beragama dan berkeyakinan.
"Nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab adalah landasan utama dari Pancasila yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap lembaga negara," kata Kiai Bachtiar dalam pernyataan sikap JATTI yang diterima Republika.co.id, Kamis (15/8/2024).
Kiai Bachtiar mengatakan, sangat disayangkan bahwa BPIP sebagai lembaga yang seharusnya menjaga dan menegakkan nilai-nilai Pancasila, justru mencederai semangat kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan susah payah oleh para pendahulu bangsa.
Aturan pelepasan hijab yang diberlakukan terhadap 18 anggota putri Paskibraka Nasional di hari kemerdekaan bukan hanya ironis, tetapi juga merupakan bentuk pengkhianatan terhadap prinsip kebebasan yang dijamin oleh UUD 1945.
Tindakan BPIP yang berusaha menyeragamkan Paskibraka dengan melarang hijab adalah sebuah tafsiran yang mengada-ada dan tidak berdasar. Tafsiran ini tidak hanya melenceng dari nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, tetapi juga bertentangan dengan prinsip Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab yang menjadi dasar moral bangsa ini.
"Hijab adalah simbol martabat dan ketakwaan, dan melarangnya berarti menafikan hak dasar individu yang dijamin oleh konstitusi," ujar Kiai Bachtiar.
Kiai Bachtiar menambahkan bahwa JATTI memandang bahwa BPIP telah merendahkan identitas keislaman warga negara dengan menganggap hijab sebagai sesuatu yang bertentangan dengan kebinekaan.
Padahal, hijab adalah bagian dari kekayaan kebhinekaan yang harus dihormati dan dirangkul sebagai kekuatan bangsa. Kebhinnekaan bukanlah alasan untuk menghapus perbedaan, tetapi justru untuk mengakui dan menghargai setiap perbedaan sebagai bagian dari jati diri bangsa Indonesia.
Menurutnya, aturan pelepasan hijab yang dikeluarkan BPIP ini adalah tafsiran baru yang mengada-ada dan bertentangan dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Prinsip ini mengajarkan untuk bersatu dalam keberagaman, bukan untuk menyeragamkan keberagaman.
"JATTI menyatakan bahwa BPIP telah melenceng dari semangat dan esensi Bhinneka Tunggal Ika yang seharusnya dijunjung tinggi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Kiai Bachtiar.
Maka JATTI menyampaikan sikap sebagai berikut:
1. Mengecam sikap BPIP yang melarang penggunaan hijab bagi anggota putri Paskibraka Nasional 2024, karena bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
2. Menyerukan kepada pemerintah untuk segera mengevaluasi peran BPIP dalam menjaga dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila agar tidak menyimpang dari tujuan pendiriannya
BACA JUGA: Wakil Aceh di Paskibraka Nasional 'Dipaksa' Lepas Jilbab?
3. Menuntut pembubaran BPIP atau setidaknya restrukturisasi yang menyeluruh agar lembaga ini tidak lagi melenceng dari tugas dan fungsinya sebagai penjaga nilai-nilai Pancasila, dan mengingat seringnya lembaga ini menimbulkan kontroversi dan kegaduhan yang dapat merusak persatuan bangsa
4. Menegaskan bahwa JATTI akan terus menguliti dan menentang kebijakan yang tidak sesuai dengan semangat Pancasila, konstitusi, dan hak asasi manusia
5. Mengajak seluruh elemen masyarakat, tokoh agama, dan pemimpin bangsa untuk bersama-sama menolak kebijakan ini dan memperjuangkan hak-hak dasar setiap warga negara dalam menjalankan keyakinan agamanya
6. Menegaskan bahwa kami berdiri teguh dalam membela hak-hak asasi muslimah Indonesia dan menolak segala bentuk diskriminasi terhadap identitas keagamaan dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara
7. Mendorong dilakukannya dialog yang lebih intensif antara pemuka agama, pemerintah, dan masyarakat untuk memperkuat harmoni sosial dan mencegah diskriminasi berbasis agama di masa depan
8. Mengajak umat Islam untuk tetap tenang dan tidak terprovokasi, serta menyerahkan kepada pihak berwenang untuk mengambil tindakan dengan tetap mengedepankan persatuan umat dan menjaga kerukunan nasional