REPUBLIKA.CO.ID, SANAA -- Pemimpin kelompok Houthi Yaman, Sayyed Abdul Malik al-Houthi mengatakan pembunuhan Kepala Politik Hamas Ismail Haniyeh oleh Israel telah meningkatkan pertempuran ke lingkup yang lebih luas yang konsekuensinya akan berat bagi Tel Aviv.
“Kejahatan menargetkan Haniyeh akan menjadi motivasi yang lebih besar untuk menghukum musuh kriminal,” kata al-Houthi dalam pernyataan yang dipublikasikan saluran TV Al-Masirah yang dikutip Kamis (2/8/2024).
Pada 20 Juli, Israel melancarkan serangan udara terhadap tangki bahan bakar dan pembangkit listrik di pelabuhan Al Hudaydah di Yaman barat sebagai tanggapan atas tewasnya seorang warga Israel dalam serangan pesawat nirawak Houthi di Tel Aviv pada 19 Juli.
Lalu, pada Rabu pagi, kelompok perlawanan Palestina Hamas mengumumkan pembunuhan Haniyeh dalam serangan udara Zionis yang berbahaya di kediamannya di ibu kota Iran, Teheran, setelah ia menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.
“Kami tidak akan menyia-nyiakan upaya apa pun, dengan izin Allah dan bekerja sama dengan saudara-saudara kami di Poros Perlawanan dalam membalaskan dendam para martir dan semua martir serta ketidakadilan yang diderita rakyat Palestina,” ucap al-Houthi.
Televisi pemerintah Iran mengonfirmasi kematian Haniyeh dan mengatakan penyelidikan sedang berlangsung terkait pembunuhan tersebut serta akan segera mengumumkan hasilnya. Militer Israel menahan diri untuk tidak mengomentari pembunuhan Haniyeh.
Israel yang mengabaikan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menuntut gencatan senjata segera, telah menghadapi kecaman internasional di tengah serangan brutalnya yang terus berlanjut di Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023 oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas.
Setidaknya 39.445 warga Palestina telah tewas sejak saat itu, sebagian besar korban adalah wanita dan anak-anak, serta lebih dari 91.000 orang terluka, menurut otoritas kesehatan setempat.
Hampir 10 bulan dalam perang Israel, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade makanan, air bersih, dan obat-obatan yang melumpuhkan.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional yang memerintahkannya untuk segera menghentikan operasi militer di kota selatan Rafah, tempat lebih dari satu juta warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum kota itu diinvasi pada 6 Mei.